JAKARTA, JAGAINDONESIA.COM – Wakil Ketua DPD RI Mahyudin menegaskan inisiasi DPD RI untuk melahirkan Rancangan Undang-Undang Badan Usaha Milik Desa (RUU BUMDes) merupakan wujud keberpihakan DPD RI terhadap Bumdes sebgai penggerak ekonomi pedesaan agar tetap bertahan. Hal ini disampaikan dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Acara ini merupakan kerjasama DPD RI dan Universitas Muhammadiyah Palangkaraya dengan mengusung tema ‘Urgensi UU Badan Usaha Milik Desa untuk Memperkuat Ekonomi Pedesaan Berbasis Sumber Daya Lokal’, Kamis (27/5).
Mahyudin menjelaskan bahwa RUU BUMDes yang diinisiasi oleh DPD RI sebagai wujud konsistensi Senator untuk mengawal kepentingan daerah khususnya kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat pedesaan.
“Kami mendorong agar BUMDes yang ada di seluruh Indonesia memainkan perannya menggerakkan ekonomi rakyat pedesaan. Peran kami sebagai wakil dari daerah ialah menyiapkan perangkat hukum berupa RUU BUMDes. Kami berharap Undang-undang ini selesai agar bisa diimplementasikan di tengah-tengah masyarakat kita sehingga mampu membangun ekonomi masyarakat di pedesaan,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui bahwasanya RUU BUMDes merupakan salah satu RUU yang diinisiasi oleh DPD RI dan telah diserahkan kepada DPR RI. Dalam proses pembahasan legislasi antara DPD RI bersama dengan DPR RI dan pemerintah pada tanggal 14 Januari 2021 yang lalu menetapkan RUU BUMDes termasuk dalam 33 RUU yang telah disepakati dan ditetapkan menjadi Prolegnas Prioritas tahun 2021.
Walaupun pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 11 tahun 2021 tentang Badan Usaha Milik Desa dimana PP ini merupakan turunan dari UU Cipta Kerja namun dirasa belum cukup. DPD RI menilai UU BUMDes ini sangat penting tidak hanya untuk menghilangkan keraguan dari para pemangku kepentingan dan pelaksana BUMDes terkait persoalan status badan hukum selama ini, melainkan juga karena BUMDes menyangkut hajat hidup orang banyak di pedesaan dan posisinya kedepan akan menjadi lebih strategis.
Mahyudin juga menyampaikan bahwa Provinsi Kalimantan Tengah kaya akan sumber daya alam, tetapi masyarakat pedesaan belum mengelolanya dengan maksimal, baik secara ekonomis maupun industri melalui BUMDes, sehingga belum mampu mendorong perekonomian rakyat. Beliau menyoroti belum adanya hasil kerajinan dan makanan tradisional khas yang dikenal dan menjadi kebanggaan masyarakat palangkaraya.
“Saya sering mengunjungi provinsi-provinsi lain di Indonesia dan selalu mendapat oleh-oleh makanan dan kerajinan tradisional khas daerahnya, namun saya belum pernah mendapat hal yang sama dari Kalimantan Tengah,” ungkapnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Rektor Universitas Muhammadiyah Palangkaraya Dr. Sonedi. Turut bertindak sebagai narasumber beliau menjelaskan bahwa desa-desa yang ada di Provinsi Kalimantan masih sangat jauh dari makmur. Keberadaan BUMDes ditengah-tengah mereka belum mampu mendongkrak perekonomian rakyat.
“Dari 1.432 desa yang ada di Provinsi Kalimantan Tengah hanya sekitar kurang dari 1% yang bisa dinilai sebagai desa berkembang. Sisanya masuk kategori desa tertinggal dan desa sangat tertinggal,” katanya.
Dr. Conrita Ermanto, salah seorang pakar BUMDes yang juga turut diundang sebagai narasumber pada FGD tersebut, menyampaikan apresiasinya atas upaya DPD RI menginisiasi RUU BUMDes ini.
“Semangat dan motivasi DPD RI menyusun dan mengusulkan RUU tentang BUMDes patut diapresiasi dan good will yang membanggakan dengan harapan terwujudnya payung hukum yang mengatur BUMDes sebagai wadah konsolidasi ekonomi desa berbasis sumber daya lokal untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat desa,” pungkasnya. (rls)