JAGAINDONESIA.COM – Sejumlah pesan terproyeksi dilakukan oleh Greenpeace di gedung KPK malam 28 Juni 2021 menyuarakan perjuangan keadilan bagi 51 pegawai KPK yang dinonaktifkan akibat dinyatakan tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan. Greenpeace juga menyampaikan pesan untuk menyelamatkan lembaga anti korupsi ini dari cengkeraman oligarki.
Polemik TWK ini telah mencuat sejak 51 pegawai KPK, termasuk Novel Baswedan dan penyidik-penyidik terbaik KPK lainnya, dinonaktifkan. Diduga kuat tes yang kontroversial ini adalah usulan dari Ketua KPK saat ini, Firli Bahuri.
Sejumlah organisasi masyarakat sipil menilai, tes yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk mengangkat pegawai KPK menjadi ASN ini, cacat prosedur. Pengadaannya terkesan terburu-buru, beberapa pertanyaan yang terdapat dalam tes sama sekali tidak berkaitan dengan pemberantasan korupsi. Bahkan, muncul asumsi bahwa tes ini memang sudah dirancang untuk menyingkirkan mereka yang vokal dan berintegritas , dan juga mereka yang sedang menangani kasus-kasus besar seperti korupsi Bansos, e-KTP, dan buronan Harun Masiku.
Menurut Greenpeace, pelemahan KPK di era pemerintahan Jokowi sudah terlihat jelas sejak Oktober tahun 2019, ketika Revisi UU KPK disahkan. Kala itu, meskipun memicu sejumlah aksi penolakan di berbagai daerah termasuk Jakarta, UU tersebut tetap disahkan. Usaha pelemahan ini kemudian semakin nyata dengan diangkatnya Firli Bahuri sebagai Ketua KPK, padahal Firli pernah dinyatakan melanggar kode etik ketika menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK.
“Upaya pelemahan KPK ini akan semakin memperburuk integritas KPK sebagai lembaga anti korupsi di negeri ini”, ucap Asep Komaruddin, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia.“
Tidak hanya itu, kerusakan lingkungan khususnya yang berkaitan dengan alih fungsi lahan akan semakin menjadi-jadi, karena salah satu celah korupsi adalah saat kepala daerah memberikan atau memperpanjang izin kepada perusahaan untuk membuka lahan, ini merupakan bagian dari praktek state capture corruption ”, tegasnya.
Sebagai contoh, selama 3 kali berturut-turut KPK telah berhasil menangkap Gubernur Riau dalam Operasi Tangkap Tangan, dengan dugaan kasus pemberian izin ilegal untuk pembukaan lahan di Provinsi Riau. Kasus tangkap tangan beberapa petinggi Sinar Mas yang melakukan suap terhadap anggota DPRD Kalimantan Tengah terkait proses perizinan dalam kawasan hutan. Juga ada Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam, yang merupakan terpidana korupsi atas pemberian izin pertambangan.
Kerusakan lingkungan yang terjadi di Indonesia sejatinya tidak lepas dari praktik korupsi. Misalnya saat pilkada serentak, hal ini dapat menjadi ancaman kerusakan hutan. Dugaan itu muncul seiring pemangkasan dan kemudahan izin pelepasan kawasan hutan yang dikhawatirkan menjadi modal ‘transaksi politik’.
“Penyingkiran penyidik-penyidik terbaik KPK ini membuktikan bahwa KPK telah digerogoti dari dalam, menggunakan stigma radikalisme yang sesungguhnya hanya dibuat-buat untuk menyingkirkan mereka yang berintegritas”, tutup Asep.
Siang tadi, sebuah aksi juga telah dilakukan oleh sekelompok organisasi masyarakat sipil menuntut Presiden Jokowi untuk memberhentikan Firli Bahuri sebagai Ketua KPK, dan membatalkan UU No 19/2019 tentang Revisi UU KPK.
(Sumber: Greenpeace Indonesia)