Jakarta, Kemendikbudristek – Penguatan ekosistem kebudayaan menjadi salah satu upaya yang dilakukan dalam pelestarian dan pelindungan warisan budaya Indonesia. Ada beragam pemangku kepentingan yang berada di dalam ekosistem kebudayaan dan berperan dalam pelestarian dan pelindungan budaya. Sekretaris Ditjen Kebudayaan, Fitra Arda, mengatakan pemerintah terus berupaya melakukan penguatan ekosistem kebudayaan dan keterlibatan masyarakat melalui kolaborasi dengan pegiat-pegiat budaya dan berbagai komunitas.
“Salah satu yang kita kuatkan adalah ekosistemnya, sehingga apa-apa yang telah kita lakukan tentu akan kita kelola dan tetap bersama dengan seluruh pihak termasuk masyarakat dan komunitas. Itu bagian terpenting,” katanya dalam Silaturahmi Merdeka Belajar yang berlangsung secara daring dengan tema “Bangkitkan Pelestarian, Majukan Kebudayaan”, pada Kamis, (27/1/2022).
Firta menuturkan, hingga saat ini pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan terkait pelestarian dan pelindungan budaya. Pemerintah juga telah menerbitkan peraturan terbaru, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2022 tentang Register Nasional dan Pelestarian Cagar Budaya, yang merupakan peraturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Peraturan tersebut menjadi dasar bagi pemerintah dan masyarakat mengenai hal-hal yang harus dilakukan dalam upaya pelindungan dan pelestarian cagar budaya.
“Jadi sesungguhnya ini membahagiakan kita. Memperkuat satu sama lain sehingga pelestarian ke depan itu betul-betul kita bisa wujudkan, bisa kita kuatkan. Bahwa kebudayaan itu adalah modal dalam pembangunan. Kebudayaan adalah investasi jangka panjang,” tegasnya.
Partisipasi masyarakat dalam pelestarian dan pelindungan budaya di negaranya masing-masing juga menjadi perhatian UNESCO (The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization). Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU), Itje Chodidjah, mengatakan, dalam The World Heritage Missions, UNESCO mendorong negara-negara untuk membuat perencanaan dan mengatur sistem pelaporan tentang status konservasi situs warisan dunia yang dimiliki tiap negara dan mendorong partisipasi penduduk lokal. “Jadi ketika sudah ada warisan budaya, maka penduduk lokal harus dilibatkan dalam pelestarian budaya dan alam,” ujar Itje.
Ia menambahkan, KNIU sebagai penghubung Indonesia dengan UNESCO dan sebaliknya, terus berupaya menjadi wadah untuk berdiskusi bagi seluruh pemangku kepentingan yang merencanakan tindak lanjut yang diperlukan dalam proses pelindungan dan pelestarian unsur budaya. “Kami dari KNIU mendorong semua unsur pemangku kepentingan untuk bersama-sama menjaga dan melestarikan unsur budaya sebagai contoh warisan budaya yang telah ditetapkan oleh UNESCO tentu menjadi tanggung jawab bersama dalam upaya pelindungan dan pelestariannya,” kata Itje.
KNIU adalah lembaga yang didirikan berdasarkan mandat dari Konstitusi UNESCO yang mewajibkan setiap negara membentuk sebuah komisi nasional. Tugas dan fungsi KNIU adalah menjembatani program UNESCO dengan program pemerintah Indonesia, maupun sebaliknya, agar tercipa sebuah kemajuan di sektor pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, serta komunikasi dan informasi demi tercapainya sebuah pembangunan yang berkelanjutan dalam rangka mencapai perdamaian dunia.
Itje menuturkan, KNIU mendorong masyarakat untuk bekerja sama dengan pemerintah pusat dan daerah serta komunitas untuk melindungi dan melestarikan unsur budaya. Menurutnya, salah satu hal yang menyebabkan budaya lokal dilupakan adalah ketika masyarakat yang memiliki budaya itu sendiri melupakan budaya atau menganggap budaya lokal kurang penting, sehingga perlahan-lahan bisa menghilangkan budaya yang sudah lama dianut di masyarakat tersebut. “Untuk menjaganya perlu kolaborasi dan perlu ada orang-orang yang bisa mendapat dukungan dari pemda untuk menjadi pegiat budaya. Pegiat budaya di masyarakat ini perannya sangat penting karena mereka nantinya akan mengajak seluruh masyarakat menjaga budaya yang ada di wilayah tersebut,” tuturnya.
Kolaborasi pemangku kepentingan juga menjadi perhatian Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta. Kepala Bidang Pemeliharaan dan Pengembangan Warisan Budaya Dinas Kebudayaan Provinsi DI Yogyakarta, Ruly Andriadi, mengatakan, pemprov DI Yogyakarta menyadari bahwa pelindungan dan pelestarian budaya tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah. Karena itu ia berharap ada sebuah konsep yang bisa melibatkan sektor swasta dalam upaya tersebut. “Kuncinya sebenarnya adalah kolaborasi. Apabila ke depan pelestarian cagar budaya ini bisa kita kolaborasi pada pemerintah yang bukan sebagai aktor utama, namun sebagai fasilitator saja? Apakah ini nanti bisa dirumuskan bahwa sektor swasta bisa ambil bagian porsi yang lebih besar?” ujar Ruly.
Menurutnya, kolaborasi menjadi kunci di mana semua pemangku kepentingan memilki perannya masing-masing. Agar kolaborasi semakin kuat, setiap pihak harus mau memperluas jejaring dari tingkat lokal hingga global. “Kami dari pemda punya peran, dari Kemdikbudristek juga, lalu akademisi, masyarakat, pelajar, bisa hadir secara aktif dalam pelestarian cagar budaya,” ujarnya. (Desliana Maulipaksi)