PAPUA BARAT – Menkopolhukam Mahfud MD menyebut bahwa hasil survei yang dilakukan lembaga kepresidenan menyimpulkan 82% orang Papua menyetujui pemekaran wilayah.
Terkait pernyataan Mahfud MD tersebut, anggota DPD RI, Filep Wamafma memberikan tanggapan. Ia meminta hasil survey yang di klaim oleh Mahfud MD dibuka ke publik.
“Pertama, Kita berharap keterbukaan dari Menkopolhukam terkait hasil survey. Survei apa dan oleh lembaga apa.” kata Filep. Filep melanjutkan bahwa publikasi survei tersebut bisa menjadi jalan masuk untuk melihat kebenaran di lapangan. Apalagi menurutnya, pro kontra pemekaran sudah terlihat jelas di masyarakat.
“Situasi di Papua akhir-akhir ini menuju friksi yang cukup parah. Saya khawatir, sesama anak Papua akhirnya bertengkar jika pandangan Menkopolhukam ini dilemparkan begitu saja tanpa ada verifikasi data”, jelas Filep. Apalagi menurutnya, jika hasil survey tersebut terkesan dibuat-buat setelah penetapan RUU pemekaran wilayah.
Berkaitan dengan itu, Filep juga berpandangan bahwa Pemerintah sedang “membangun” legitimasi terhadap upaya pemekaran di Tanah Papua. Padahal menurutnya, upaya menyerap aspirasi secara down-top sangat diperlukan.
“Mencari legitimasi tentang pemekaran melalui survei itu tidak dilarang. Yang dipersoalkan ialah jika survei itu tidak menampilkan aspek keterbukaan. Atau, jika mau lebih real dan membuat masyarakat menerima, saya mengusulkan supaya langsung diadakan referendum, agar bisa dilihat perbandingan yang menolak dan yang menerima pemekaran”, kata Filep.
Senator Papua Barat ini mengungkapkan bahwa referendum mengenai pemekaran Papua sudah seharusnya dilakukan.
“Ada 2 (dua) alasan mengapa referendum harus dilakukan. Pertama, karena referendum yang jujur dapat menunjukkan aspirasi yang sebenarnya; kedua, referendum dapat menampilkan pelibatan masyarakat Papua terhadap apa yang terjadi di negerinya sendiri. Momentum ini yang dinantikan masyarakat Papua, agar perpecahan ini tidak terus-menerus terjadi.” Tutup Filep Wamafma.