JAKARTA, JAGAINDONESIA.COM – Wakil Ketua I Komite I DPD RI Dr. Filep Wamafma S.H., M.Hum menyampaikan Pandangan Komite I terhadap 5 RUU tentang Provinsi yaitu Provinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur dalam Rapat Kerja Tingkat I bersama DPR RI dan pemerintah di Kompleks Parlemen, Jakarta hari ini, Selasa (31/5/2022).
Dalam kesemparan itu, Filep menyampaikan DPD RI menyambut baik dan siap berperan aktif dalam pembahasan lebih lanjut 5 RUU tentang Provinsi bersama DPR RI dan Pemerintah. Hal ini sebagaimana ketentuan Pasal 22D ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terkait keterlibatan DPD RI dalam pembahasan tersebut.
“DPD RI secara umum dapat memahami bahwa pembahasan 5 RUU tentang Provinsi ini sebagaimana yang telah dilakukan pada pembahasan 7 RUU tentang Provinsi sebelumnya, dilakukan dalam rangka untuk mewujudkan ketertiban dalam implementasi hukum administrasi negara, dimana pembahasan RUU lebih ditujukan kepada penyempurnaan alas hukum pembentukan daerah,” katanya.
Dalam rapat kerja tingkat I ini, DPD RI memandang bahwa seyogyanya setiap Provinsi/Kabupaten/Kota harus memiliki undang-undang tersendiri dalam rangka implementasi kebijakan otonomi daerah. Hal ini didasarkan pada konsep desentralisasi yang dianut negara dan tercermin dalam Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) UUD NRI Tahun 1945.
Adapun pasal tersebut menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri dari daerah-daerah kabupaten dan kota yang mana tiap-tiap daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
“DPD memahami bahwa penyusunan Undang-Undang Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Riau, Provinsi Jambi, Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan Provinsi Nusa Tenggara Timur diharapkan mampu memberikan alas hukum yang baik sehingga daerah mampu menyelenggarakan pemerintahan secara terencana, terarah, terintegrasi, dan berkelanjutan sesuai dengan prinsip-prinsip otonomi daerah,” lanjut Filep.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II Junimart Girsang mengatakan pembahasan ini dilakukan karena UU Provinsi sudah tidak relevan dengan konstitusi yang berlaku saat ini.
“Ditambah lagi adanya perubahan atas batas wilayah karena lahirnya provinsi baru akibat pemekaran wilayah dan bertambahnya kabupaten baru di satu provinsi. Selain itu, 5 UU Provinsi tersebut belum memuat materi keragaman, adat, dan budaya daerah. Dengan kata lain, perubahan yang ada perlu penataan provinsi,” kata Junimart di ruang rapat Komisi II DPR, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (31/5).
Oleh sebab itu, Komisi II mengajukan pembentukan RUU 5 Provinsi sebagai usul inisiatif DPR. Ia juga mengungkapkan, sejumlah tujuan pembahasan RUU 5 Provinsi ini antara lain.
Pertama, untuk melakukan penataan kembali dasar hukum pembentukan kelima provinsi sesuai kondisi dan perkembangan ketata negaraan di Indonesia yang sesuai UUD 1945 dalam kerangka NKRI. Kedua, untuk menyesuaikan konsep otonomi daerah saat ini, terutama berlandaskan pasal 18 ayat 1 UUD 1945 bahwa NKRI dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang setiapnya memiliki pemda yang diatur UU.
Ketiga, dengan pembentukan RUU diharapkan mampu menjawab perkembangan, permasalahan, dan kebutuhan hukum masyarakat dalam rangka menjalankan roda pemerintahan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dalam kesempatan yang sama, Mendagri Tito Karnavian berharap pembahasan RUU 5 Provinsi dapat diakukan dengan cepat dan akan bermanfaat bagi masyarakat.
“Kelima UU ini tentu akan sangat bermanfaat. Yang pertama adalah untuk kepastian hukum, yaitu satu provinsi satu UU. Yang kedua untuk memperkuat turunan UU. Kita ketahui bahwa UU Provinsi akan jadi salah satu dasar untuk pembuatan turunannya, perda-perda baik tingkat provinsi, kabupaten, kota. Memang agak ironis kalau seandainya perda-perda didasarkan pada dasar atau konstitusi yang bukan berlaku saat ini,” jelasnya. (UWR)