JAKARTA, JAGAINDONESIA.COM – Komite I DPD RI menyoroti mekanisme top down pemekaran daerah yang belakangan digunakan sebagai dasar pemekaran di tanah Papua. Komite I menilai mekanisme top down tersebut masih menyisakan sejumlah persoalan yakni tentang hubungan antar stakeholder terkait hingga persoalan keterlibatan kelembagaan daerah.
“Komite I DPD RI memandang bahwa sistem top down terkait pemekaran daerah otonom baru di tanah Papua masih menyimpan masalah hubungan pusat daerah dan keterlibatan kelembagaan daerah secara formal maupun politik, serta penyerapan aspirasi baik secara sosial maupun politik terhadap keterlibatan MRPB dan DPRPB yang patut untuk dipertimbangkan,” ungkap Ketua Tim DPD RI dalam Pembahasan RUU DOB Papua Barat Daya pada Raker Tingkat I bersama DPR RI dan Pemerintah, Senin (29/8/2022).
Selain itu, Filep menuturkan, persoalan keterlibatan tokoh-tokoh adat serta tokoh agama di tanah Papua juga perlu dipertimbangkan dalam agenda pemekaran. Menurutnya, mendengarkan aspirasi mereka sangat penting dibandingkan mendengarkan aspirasi yang disampaikan oleh tokoh politik lokal atau kepala daerah yang jabatan politiknya telah berakhir. Hal ini juga untuk mencegah adanya kecenderungan muatan untuk mempertahankan eksistensi politik pribadi, kelompok maupun golongan tertentu.
“Selain itu, juga terhadap masyarakat adat, agama dan perempuan. Ketiga pilar ini sangat penting dan sangat menentukan sukses tidaknya tujuan daripada pemekaran. Peran agama sangat membantu dalam mensukseskan pembangunan di Papua. Oleh sebab itu, pendekatan sosial-politik melalui agama akan memberikan kontribusi besar bagi terarah dan tercapainya tujuan Otsus,” ujar Filep.
“Suara masyarakat adat juga mutlak diperlukan, karena rahim Orang Papua adalah keterikatan pada adat, sehingga suara masyarakat adat sangat disegani oleh masyarakat Papua,” sambungnya.
Dalam kesempatan itu, mewakili Komite I DPD RI, Filep juga menekankan bahwa agenda pemekaran ini harus berjalan berdasarkan prinsip-prinsip dasar pemekaran sesuai dengan amanat UU No. 21 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 2 Tahun 2021.
Adapun prinsip dasar tersebut yakni, Pertama, bahwa dalam melakukan pemekaran harus memperhatikan dengan sungguh-sungguh: (i) kesatuan sosial-budaya; (ii) kesiapan sumber daya manusia; (iii) kemampuan ekonomi; dan (iv) perkembangan masa yang akan datang.
Kedua, tujuan mulia dari pemekaran itu sendiri yaitu untuk melindungi dan menjunjung harkat martabat, memberi afirmasi, dan melindungi hak dasar Orang Asli Papua, baik dalam bidang ekonomi, politik, maupun sosial-budaya, juga dalam rangka percepatan pembangunan kesejahteraan dan peningkatan kualitas pelayanan publik serta kesinambungan dan keberlanjutan pembangunan di wilayah Papua.
Hal itu termasuk untuk melanjutkan dan mengoptimalkan pengelolaan penerimaan dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua secara akuntabel, efisien, efektif, transparan, dan tepat sasaran, serta untuk melakukan penguatan penataan daerah provinsi di wilayah Papua sesuai dengan kebutuhan, perkembangan, dan aspirasi masyarakat Papua.
Lebih lanjut Filep menyampaikan, DPD RI berharap dan kembali mengingatkan Pemerintah dan DPR RI bahwa pemekaran Papua merupakan pekerjaan besar yang motifnya dapat ditafsirkan secara beragam oleh masyarakat Papua.
“Oleh sebab itu, pembentukan undang-undang pemekaran ini perlu disertai dengan upaya-upaya untuk meyakinkan masyarakat Papua, bahwa pemekaran dilakukan tidak memiliki intensi lain, selain murni merupakan keinginan negara untuk meningkatkan pembangunan, memperpendek rentang kendali pemerintahan dan pelayanan masyarakat, serta menjamin ruang afirmasi terhadap nilai-nilai kearifan yang ada di Tanah Papua,” katanya.
Seperti diketahui, pemekaran daerah dapat dilakukan melalui mekanisme top down yang diatur dalam Pasal 76 UU No. 2/2021 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua yang ditetapkan 19 Juli 2021 lalu.
Pasal itu menyebutkan bahwa pemekaran daerah di wilayah Papua dapat dilakukan secara Bottom Up dan Top Down (lewat inisiatif pemerintah/DPR yaitu berdasarkan inisiatif DPR RI dan Pemerintah sesuai dengan Pasal 76 ayat (2) UU No. 2 Tahun 2021. Pasal inilah yang sebelumnya menjadi dasar DPR bersama pemerintah melakukan pemekaran 3 provinsi baru di Papua yakni Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah dan Papua Pegunungan. (UWR)