PAPUA BARAT, JAGAINDONESIA.COM – Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menunjukkan bahwa prevalensi stuntingdi Indonesia turun yakni menjadi 21,6persen pada 2022 dan merupakan yang terendah dalam satu dekade terakhir. Angka stunting di Indonesia tercatat konsisten menurun sejak 2013 lalu.
Dalam data SSGI yang dirilis di Jakarta, pada Rabu (25/1/2023), terdapat beberapa provinsi yang berhasil menurunkan angka stunting hingga sekitar 5 persen pada periode 2021-2022 yakni Sumatera Selatan turun dari 24,8 persen menjadi 18,6persen, Kalimantan Utara turun dari 27,5 persen menjadi 22,1 persen, Kalimantan Selatan turun dari 30 persen menjadi 24,6 persen dan Riau turun dari 22,3 persen jadi 17persen.
Selain itu, terdapat dua provinsi lainnya yang berhasil menurunkan sekitar 3 persen angka stunting pada pada periode 2021-2022, yaitu Jawa Barat turun dari 24,5 persen menjadi 20,2 persen dan Jawa Timur turun dari 23,5 persen menjadi 19,2 persen.
Meskipun begitu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, persentase ini tak dapat dijadikan patokan satu-satunya dalam menilai kondisi stunting di tanah air.
“Kita juga butuh secara nominal turunnya besar. Misalnya, Papua dan NTT secara persentase (stunting) besar, tapi secara jumlah anak sebenarnya lebih sedikit. Tapi kalau jumlah anak, itu di Jawa Barat yang paling besar,” ujar Budi dikutip dari Antara, Rabu (25/1/2023).
Di tengah prevalensi stunting nasional yang menurun, angka stunting di Papua Barat justru meningkat menjadi 30 persen pada 2022. Terjadi kenaikan 3,8 persen dibandingkan prevalensi stunting pada 2021, yakni 26,2 persen.
Terkait hal itu, Kepala Kantor Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Papua Barat, Philmona Maria Yarollo menyebut pihaknya akan mengevaluasi permasalahan stunting dan merumuskan strategi penanganan yang lebih tepat ke depan.
“Dengan hasil SSGI tahun 2022 ini, butuh kerja keras semua lintas sektor dan semua unsur untuk memberi dukungan dan perhatian terhadap permasalahan stunting di Papua Barat,” kata Philmona dikutip dari TribunPapuaBarat.com, Kamis (26/1/2023).
Menindaklanjuti hal ini, BKKBN Papua Barat akan melaksanakan Rapat Kerja Daerah (Rakerda) dengan agenda utama terkait Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) dan Percepatan Penurunan Stunting Tahun 2023.
Rakerda tersebut akan melibatkan OPD kabupaten/kota Provinsi Papua Barat dan Papua Barat Daya, Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) tingkat provinsi serta sejumlah mitra Kerja. Dirinya pun berharap adanya sinergitas dan kolaborasi semua sektor untuk dapat berperan dan berkontribusi bersama untuk menurunkan prevalensi stunting Papua barat di tahun 2023.
“Karena ada target yang ditentukan oleh Pak Presiden (Joko Widodo) di tahun 2024 (terkait) angka prevalensi stunting di Indonesia,” ujarnya.
Adapun pemerintah menargetkan penurunan angka stunting menjadi 14 persen pada akhir 2024. Untuk mencapai target tersebut, pemerintah harus mengupayakan penurunan angka stunting sebesar 3,8 persen setiap tahunnya. Setidaknya terdapat dua program intervensi penting yang harus diperhatikan dalam upaya penanggulangan stunting, di antaranya adalah pemenuhan kebutuhan gizi untuk ibu hamil dan anak usia 6-24 bulan. (UWR)