PAPUA BARAT, JAGAINDONESIA.COM – Dalam kunjungan Wapres Ma’ruf Amin ke Papua Barat, Jumat (14/7/2023), Kathy Wu, Regional President Asia Pacific, Gas & Low Carbon energy untuk BP Tangguh menyampaikan bahwa BP Tangguh akan terus berinvestasi di Indonesia. Dalam laporan kepada Wapres, BP Tangguh menegaskan komitmennya untuk melaksanakan program pemberdayaan masyarakat Papua melalui bisnis SUBITU, pemberdayaan koperasi lokal, pengembangan perusahaan lokal, pelatihan melalui program pemagangan teknisi Tangguh.
Menurut BP Tangguh, mereka telah menginvestasikan sekitar 600 M untuk program-program sosial termasuk dalam bidang pendidikan, kesehatan, kewirausahaan, dan berbagai program pemberdayaan masyarakat lokal. Perusahaan ini mengklaim telah memberikan beasiswa kepada lebih dari 1.350 pelajar Papua di tingkat SMA dan Universitas. Di bidang tenaga kerja, mereka mengklaim ada 72% pekerja BP Tangguh berasal dari Papua.
Menanggapi klaim BP Tangguh ini, Senator Papua Barat, Filep Wamafma memberikan tanggapannya. Menurutnya, apa yang diklaim BP seharusnya dicek secara langsung ke lapangan.
“Menurut saya klaim BP Tangguh masih merupakan klaim sepihak, sehingga stakeholder, termasuk bapak Wapres perlu memeriksa secara langsung fakta dan kondisi di lapangan. Dalam advokasi saya di lapangan terhadap masyarakat adat terdampak, orang-orang yang saya temui mengeluhkan persoalan air bersih dimana masyarakat merasakan efeknya,” ungkap Filep, Sabtu (15/7/2023).
“Lalu, faskes yang tidak memadai, disertai akses transportasi dengan kapal kayu swadaya masyarakat, termasuk jembatan yang juga dari swadaya masyarakat, menyebabkan masyarakat kesulitan berobat. Kesaksian dari orang Sebyar, Weriagar, Taroy, juga kesaksian dari Ketua LMA 7 Suku Teluk Bintuni dan Kepala Pemerintahan Adat 7 Suku, membuktikan bahwa masyarakat sekitar dan terdampak oleh operasi BP Tangguh sama sekali tidak diperhatikan”, kata Filep lagi.
Filep pun menilai klaim BP soal jumlah tenaga kerja OAP yang disebut hingga 72 persen perlu diinvestigasi. Menurutnya, klaim itu perlu dipastikan atau divalidasi terkait kebenarannya.
“Benarkah demikian? Di posisi manajerial kah mereka, atau di posisi unskilled labour? Lalu soal klaim pendidikan, dimana mereka semua yang sudah dapat beasiswa itu yang katanya sampai ribuan? Fakta di lapangan, pada tahun 2007, ada Keputusan Masyarakat Kampung Tanah Merah, Kampung Saengga, Dusun Onar Baru, Dusun Onar Lama dengan Pemerintah Daerah terkait Pengelolaan SMP dan Asrama di Tanah Merah. Dalam keputusan tersebut, masyarakat di kampung dan dusun ini meminta Bupati agar mendesak BP Tangguh untuk bertanggungjawab atas biaya operasional dan pengelolaan SMP serta asrama selama Tangguh beroperasi di Bintuni,” katanya.
“Tapi realitanya, hingga kini, tidak ada realisasi yang jelas atas keputusan bersama ini. Temuan kami di lapangan menunjukkan kondisi sekolah yang tidak layak, misalnya lihat bangunan SD YPK Serito. Saya sangat berharap supaya tim Wapres tidak hanya mendengar klaim sepihak itu. Laporan advokasi kami sudah masuk dan bisa dijadikan pembanding untuk investigasi lebih lanjut,” tegas Filep.
Lebih lanjut, Senator Jas Merah ini membantah klaim BP dengan mengangkat aspirasi dari Masyarakat Hukum Adat (MHA) Mbaham Matta, juga pernyataan dari masyarakat adat Suku Sebyar.
“Pada 11 Juli 2023, MHA Mbaham Matta dengan tegas meminta perhatian Pemerintah Pusat untuk diadakannya Dana Abadi yang dikhususkan untuk pemberdayaan MHA. Mereka meminta dikembangkan komoditi unggulan Pala, meminta supaya ada evaluasi terhadap CSR BP Tangguh, sekaligus meminta supaya AMDAL dikaji ulang. Ini keresahan masyarakat. Itu berarti masyarakat belum merasakan dampak CSR BP Tangguh. Otoritas Kultur Mbaham Matta bahkan sudah memberikan permohonan evaluasi terhadap Dampak Proyek LNG Tangguh. Apakah ini artinya distribusi Dana Bagi Hasil yang diklaim sama sekali tidak berdampak pada mereka?” tambah Filep.
“Suku Sebyar bahkan secara tegas menyampaikan aspirasi tertulis kepada Wapres, bahwa sudah 15 tahun lamanya menunggu Dana Bagi Hasil Migas, namun tidak ada solusi. Mereka yang hidup dekat dengan LNG Tangguh masih mengalami kesulitan air bersih, listrik, rumah yang tidak layak huni, SDM yang menganggur, dan tentu saja kemiskinan ekstrem. Kondisi yang mereka alami ini apakah tidak dilihat oleh BP Tangguh yang sudah mengeksplorasi dan mengeksploitasi gas alam di tanah mereka? Maka saya katakan, klaim BP itu berbeda dengan fakta di lapangan,” tegas Filep menambahkan.
Mantan Ketua Pansus Papua DPD RI lantas ini mengkritik BP Tangguh yang tidak melihat kondisi riil ke lapangan.
“Sebagai penyalur aspirasi masyarakat, saya sangat kecewa mengapa BP Tangguh mengklaim tanpa melihat fakta sebenarnya? Ini kan sama saja dengan membohongi publik, asal bapak Wapres senang. Tranparansi mengenai CSR saja tidak terimplementasi. Apalagi kalau bicara tentang Subitu. Subitu Karya Busana mengalami kerugian, Subitu Trans Maritim kapal-kapalnya tidak berfungsi, tidak sesuai spesifikasi,” ujarnya.
“Belum program di bidang ekonomi yang diragukan keberlanjutannya yaitu Peternakan Sapi di SP5, Peternakan Ayam Petelur di SP5, Bengkel Sepeda di Babo, Bengkel mobil di SP4, Pabrik Sauce Tomat, Pabrik Kaleng ikan, Pertanian Padi di SP4, hanya satu kali panen saja yang dirayakan secara besar-besaran bersama Pemda Bintuni, Koperasi Ikan di Arguni, Koperasi Mairy di Tanah Merah, dan Koperasi Saengga. Berkaitan dengan itu, pada Juni 2022 diadakan survey pertanian, di lokasi SP4-Kabupaten Teluk Bintuni, dan ditemukan keluhan petani terkait program pertanian/sawah dari LNG Tangguh yaitu terkait jaminan akan adanya pangsa pasar yaitu LNG Tangguh sendiri. Ternyata berasnya tidak diambil oleh LNG Tangguh dengan alasan kualitas tak memenuhi standar. Puluhan ton beras yang sudah digiling akhirnya rusak di gudang. Apakah semua itu dilaporkan ke Wapres? Saya kira tidak, karena BP Tangguh akan laporkan yang baik-baik saja,” kata Pace Jas Merah ini.
Atas kontradiksi antara klaim BP Tangguh dan temuannya di lapangan, wakil daerah Papua Barat ini meminta dengan hormat kepada Wapres sebagai Ketua BP3OKP agar memeriksa dan mengevaluasi kembali semua klaim BP tersebut untuk disesuaikan dengan AMDAL.
“Selanjutnya, saya meminta jika ada pelanggaran hukum terhadap AMDAL, juga jika ada indikasi ketidaksesuaian penyaluran dan penggunaan Dana Bagi Hasil migas termasuk CSR, maka saya meminta BPK melakukan audit atas uang negara yang hilang. Jika ada kerugian negara di sini, maka KPK silakan masuk,” tegas Filep.
“Apa yang saya lakukan ini merupakan pembelajaran dan pembelaan bagi masyarakat adat yang saya advokasi. Tanah mereka dan kekayaan alam mereka, seharusnya menjadi milik mereka. Mereka sudah ada lebih dulu daripada eksistensi negara. Negara harus melindungi mereka sebagai pemilik tanah Papua,” pungkas Filep.