JAKARTA, JAGAINDONESIA.COM – Pimpinan Komite I DPD RI, Dr. Filep Wamafma, SH, MHum menerima audiensi Pengurus Pusat Serikat Tani Nelayan (PP STN) di kantor DPD RI, Jakarta, Jumat (29/9/2023). Pertemuan ini merupakan salah satu tindak lanjut diantara hasil diskusi Dr. Filep Wamafma bersama PP STN dan para petani di Kendal pada Rabu, 27 September 2023 lalu.
Dalam kesempatan itu, Ketua PP STN, Ahmad Suluh Rifai menyampaikan permasalahan yang sedang dihadapi sejumlah Kelompok Tani Hutan (KTH) di wilayah Jambi. Rifai mengatakan bahwa saat ini terdapat 7 petani dari kelompok tani hutan (KTH) anggota STN Jambi yang ditahan Polda Jambi.
“Penahanan petani ini dengan tuduhan Pasal 363 KUHP tentang pencurian. Kemudian 4 ketua Kelompok Tani Hutan (KTH) lagi dipanggil untuk disidik jadi saksi (indikasi di tsk),” ujarnya.
Rifai menerangkan, ketua kelompok tani hutan dipanggil Polda Jambi atas tuduhan melakukan pencurian di lahan sawit salah satu koperasi di Kabupaten Muaro Jambi, koperasi plasma dari PT. Riky Kurniawan Kertapersada (RKK) dan penahanan juga dilakukan terhadap seorang sopir yang mengangkut sawit.
Padahal, lanjut Rifai, lahan tersebut masuk dalam izin Hutan Tanaman Industri (HTI) PT. Wira Karya Sakti (WKS) dan justru PT. RKK yang disebutnya menanam sawit melebihi HGU. Selain itu, pihaknya juga sedang mendalami dugaan salah prosedur dalam penangkapan tersebut.
Lebih lanjut, dia menjelaskan titik persoalan dan kronologi pelaporan yakni lahan yang diajukan sebagai objek perhutanan sosial seluas 2391 ha yang di dalamnya terdapat 306 ha HTI PT. WKS Tahun 2004.
“(Kemudian, red) Muncul HGU PT. RKK seluas 682 ha yang terdiri dari 306 ha hutan yang merupakan HGU HTI PT. WKS dan Area Penggunaan Lain (APL) seluas 376 Ha. PT. RKK menanam sawit melebihi HGU di dalam hutan seluas 2085 hektar, tindakan ini merupakan kejahatan perkebunan yang merugikan negara. PT. WKS kemudian menggugat PT. RKK di pengadilan dan menang di semua tingkat persidangan,” jelasnya.
“Sementara petani yang tergabung di 4 kelompok tani hutan mengajukan perhutanan sosial di KLHK RI dalam posisi sedang menunggu verifikasi teknis yang terhambat oleh belum dicabutnya HGU PT RKK oleh ATR/BPN RI. Padahal menurut PP 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah, Pasal 14, 15, 31, 32, 33 yang prinsipnya menteri harus membatalkan HGU/kelola berdasarkan putusan pengadilan yang telah memproleh kekuatan hukum tetap,” sambung Rifai.
Di kondisi tersebut, koperasi plasma PT RKK disebutnya tetap melakukan pemanenan sawit yang seharusnya tidak boleh dilakukan. Hal ini memicu 4 KTH dan warga melakukan pendudukan di eks HGU PT RKK serta melakukan panen juga di luar APL (hutan dan areal HTI WKS).
“Koperasi merasa dirugikan hingga melakukan laporan, namun yang seharusnya melakukan laporan adalah PT WKS sebagai pemilik HGU di hutan seluas 306 ha dan KLHK RI karena sawit yang ditanam PT RKK merupakan hutan seluas 2085 ha,” ungkapnya.
“Dengan dikalahkannya PT RKK di pengadilan tata usaha maka secara otomatis plasma ini juga batal dan tidak boleh melakukan aktivitas perkebunan begitu juga dengan pihak lain. Saat ini kita STN ajukan prapradilan, sidang akan digelar pada 2 Oktober 2023,” kata Rifai menambahkan.
Menanggapi hal itu, Dr. Filep Wamafma menyampaikan bahwa pihaknya mengapresiasi dan menerima aspirasi serta aduan permasalahan masyarakat tersebut. Komite I akan mempelajari lebih lanjut dokumen-dokumen yang disampaikan PP STN.
“Kami sampaikan apresiasi atas kepercayaan masyarakat terhadap DPD RI untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat serta mengadvokasi persoalan di daerah. Persoalan ini mencerminkan adanya dugaan mafia tanah, mafia investasi di daerah. Oleh sebab itu selaku pimpinan Komite I, persoalan ini dapat diagendakan pada masa sidang ke II,” kata Filep.
“Selain itu terkait dengan adanya penangkapan terhadap para petani dengan dugaan pencurian di areal perkebunan sawit, pihak polres atau polda harusnya dapat menyelesaikan dengan restorative justice, mengingat kerugian materi tidak signifikan dibandingkan dengan beban hidup para petani dan keluarganya,” tambahnya.
Tak hanya itu, Filep menambahkan, Komite I DPD RI pada masa sidang yang akan datang juga akan mengagendakan pemanggilan Kapolri dan Menteri ATR/BPN terkait persoalan hukum yang dihadapi para petani, buruh, juga nelayan khususnya yang terkait dengan implementasi restorative justice.
“Tentu harapannya, persoalan yang sedang dihadapi para petani hutan di Jambi ini dapat segera menemui penyelesaian yang diharapkan bersama,” pungkasnya.