JAKARTA, JAGAINDONESIA.COM – Senator Papua Barat, Dr. Filep Wamafma menekankan pentingnya keterlibatan secara aktif masyarakat adat dan orang Asli Papua dalam setiap investasi yang masuk di tanah Papua. Di Papua Barat, saat ini investasi terus bertumbuh sebagaimana tercatat dalam data Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP) Provinsi Papua Barat.
Berdasarkan data tersebut, pada bulan Juli 2023 yang lalu, realisasi investasi periode Januari-Juni 2023 atau semester I mencapai Rp970,112 miliar. Capaian investasi terdiri dari Penanaman Modal Asing (PMA) Rp328,074 miliar dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Rp642,038 miliar.
Hari ini juga Presiden Jokowi telah meresmikan PSN Proyek Tangguh Train 3 dan tiga proyek hulu migas dan turunannya di Papua Barat. Ketiganya adalah Proyek Ubadari CCUS, proyek hilirisasi Blue Ammonia dan Lapangan Migas Asap Kido Merah.
“Pertama saya apresiasi kepada Presiden Jokowi yang membangun Papua, diantaranya dengan pendekatan investasi. Hal ini sangat bermanfaat terhadap keuangan nasional dan khususnya peningkatan PAD bagi provinsi dan kabupaten di tanah Papua,” ujarnya kepada media ini, Jumat (24/11/2023).
“Memang investasi di Papua Barat itu penting, namun yang lebih penting adalah memastikan bahwa masyarakat adat dan OAP terlibat aktif dalam setiap investasi yang masuk, dari hulu sampai ke hilirnya. Jadi masyarakat berperan dan merasakan manfaatnya secara langsung langsung. Jangan sampai investasi masuk tapi justru memarginalkan masyarakat adat dan OAP, ini jelas sangat keliru,” tegas Filep.
Filep lantas mengungkapkan data per Maret 2023, Papua dan Papua Barat masih menjadi provinsi dengan tingkat kemiskinan ekstrem tertinggi nasional, yaitu lebih dari 5% sesuai data BPS. Selain itu, kondisi ketenagakerjaan di Papua Barat juga menunjukkan perlambatan dibandingkan Agustus 2022, yang tercermin dari meningkatnya Tingkat Penggangguran Terbuka (TPT) Papua Barat dari 5,37% pada Agustus 2022 menjadi 5,53% pada Februari 2023.
“Melihat data itu, muncul pertanyaan mendasar, apakah masyarakat adat dilibatkan dalam seluruh investasi di Papua Barat? Ini bagian penting dan pokok untuk diperjelas, termasuk melihat situasi riil di tengah masyarakat, terutama ring I kawasan investasi,” ungkapnya.
Pace Jas Merah itu mengingatkan bahwa UU Otsus dengan tegas telah mengatur dan memberikan afirmasi yang sangat signifikan terhadap posisi masyarakat adat dan OAP untuk dilibatkan dalam kegiatan perekonomian termasuk investasi. Dia merincikan, secara regulatif, Pasal 42 UU Otsus menyebutkan bahwa (1) Pembangunan perekonomian berbasis kerakyatan dilaksanakan dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat adat dan/atau masyarakat setempat; (2) Penanam modal yang melakukan investasi di wilayah Provinsi Papua harus mengakui dan menghormati hak-hak masyarakat adat setempat;
(3) Perundingan yang dilakukan antara Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota, dan penanam modal harus melibatkan masyarakat adat setempat; (4) Pemberian kesempatan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam kerangka pemberdayaan masyarakat adat agar dapat berperan dalam perekonomian seluas-luasnya. Kemudian, dalam Pasal 38 ayat (2) dan ayat (3) UU Otsus Perubahan juga disebutkan bahwa usaha-usaha perekonomian di Provinsi Papua yang memanfaatkan sumber daya alam dilakukan dengan tetap menghormati hak-hak masyarakat adat serta wajib memperhatikan sumber daya manusia setempat dengan mengutamakan Orang Asli Papua (OAP).
“Nah, turunan UU Otsus yaitu PP Nomor 106 Tahun 2021 menegaskan, Pemda Provinsi dan Pemda Kabupaten dalam hal penanaman modal, memfasilitasi kepentingan masyarakat hukum adat dengan penanam modal dalam pelaksanaan kegiatan penanaman modal di provinsi dan kabupaten/kota, dan memfasilitasi pelaksanaan kemitraan pengusaha OAP dan/atau masyarakat hukum adat dengan penanam modal usaha besar di wilayah lintas kabupaten/kota dan di wilayah kabupaten/kota itu sendiri,” urainya.
“Selanjutnya dalam hal pertambangan migas, Pemda Provinsi bekerja sama dalam melakukan perekrutan tenaga kerja OAP, menyiapkan dan melatih OAP untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja sampai tingkat manajemen. PP ini juga memberikan kewenangan untuk mendirikan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD),” tambah Filep.
Berdasarkan perintah hukum positif di atas, Filep menerangkan peran masyarakat hukum adat di Papua dan Papua Barat dalam hal investasi dapat dilakukan mulai dari hulu investasi sampai hilirnya. Pada hulu investasi, masyarakat adat harus dilibatkan secara aktif dalam pembuatan AMDAL.
“Seluruh pembicaraan terkait agenda investasi harus dikonsultasikan kepada masyarakat hukum adat sebagai pemilik hak ulayat mengingat Pasal 43 ayat 4 UU Otsus juga menegaskan penyediaan tanah ulayat dan tanah perorangan warga masyarakat hukum adat untuk keperluan apapun (termasuk investasi), dilakukan melalui musyawarah dengan masyarakat hukum adat dan warga yang bersangkutan untuk memperoleh kesepakatan mengenai penyerahan tanah yang diperlukan maupun imbalannya,” jelasnya.
“Selain itu, perekrutan tenaga kerja dalam penanaman modal harus melibatkan masyarakat hukum adat, dimana anggota masyarakat juga diberikan kesempatan untuk bekerja dalam investasi tersebut. Di sisi hilir, pendirian BUMD harus memasukkan anggota masyarakat hukum adat yang berkompeten, agar investasi dapat dikendalikan. Lalu, persentase kepemilikan saham untuk penanaman modal yang besar, harus diberikan juga kepada masyaralat hukum adat agar setiap generasinya mendapatkan passive income yang mampu mengangkat perekonomian masyarakat adat,” kata Filep lagi.
Lebih lanjut, pimpinan Komite I DPD RI itu menambahkan, semua perusahaan yang melakukan penanaman modal seharusnya melakukan alih teknologi, guna mempersiapkan sumber daya OAP dan masyarakat adat agar bisa membangun daerahnya sendiri. Hal itu bertujuan agar pembangunan itu akhirnya berdampak signifikan jika masyarakat dilibatkan secara aktif di dalamnya.