PAPUA BARAT, JAGAINDONESIA.COM – Eksistensi hutan di tanah Papua hingga saat ini tak terlepas dari peran aktif masyarakat adat dalam menjaga dan memelihara kelestariannya. Pasalnya, hutan dan masyarakat adat merupakan satu kesatuan yang terjalin erat dalam kearifan lokal dan melekat di kehidupan sehari-hari.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Papua mengapresiasi peran masyarakat adat Papua dalam menjaga kelestarian hutan dan lingkungan.
Kepala P3E Papua KLHK Edward Sembiring mengatakan, kearifan lokal yang terpelihara oleh masyarakat adat sejak dahulu sejalan dengan prinsip-prinsip konservasi.
“Hutan di Tanah Papua ini masih lestari karena ada kearifan lokal yang dipegang teguh masyarakat hukum adat,” kata Sembiring di Manokwari, Papua Barat, dikutip dari Antara, Kamis (7/3/2024).
Di kesempatan itu, Sembiring menuturkan bahwa masyarakat adat juga bertindak melindungi hutan dari tindakan-tindakan merusak maupun eksploitatif yang dapat mengganggu keberlangsungan ekosistem maupun habitat yang hidup di dalam hutan.
Selain itu, menurutnya, kelestarian hutan juga berjalan beriringan dengan keberlangsungan kehidupan masyarakat adat. Oleh sebab itu, ia menekankan agar persetujuan masyarakat adat terhadap investasi yang masuk harus dipatuhi.
“Investasi yang masuk ke Tanah Papua harus mendapat persetujuan juga dari masyarakat adat,” katanya.
Lebih lanjut, Sembiring menerangkan, peran masyarakat adat dalam memproteksi kawasan hutan juga terbukti mampu mendorong dicabutnya izin pelepasan kawasan hutan dari investor. Diantaranya seperti pada tahun 2023, Menteri LHK Siti Nurbaya terpaksa mencabut sejumlah izin pelepasan kawasan hutan di Tanah Papua sebab tidak digunakan dengan maksimal oleh pihak perusahaan.
Kondisi ini tidak terlepas dari adanya penolakan masyarakat hukum adat terhadap investasi tersebut, sehingga pihak investor enggan memanfaatkan kawasan hutan meski sudah pengalihan status.
“Kondisi lahannya tetap utuh, makanya izin dicabut untuk dikembalikan ke status kawasan,” kata Sembiring.
Tak hanya itu, dalam rangka mendukung upaya penurunan emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan, KLHK juga menggalakkan gerakan penanaman pohon, meminimalisasi pembakaran hutan, mencegah penebangan hutan secara ilegal, dan lainnya.
Di hari yang sama, 9 Unit Pelaksana Teknis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Provinsi Papua Barat melaksanakan gerakan penanaman 200 bibit pohon berbagai jenis pada lahan seluas satu hektare di Kampung Mawes, Manokwari, Kamis, dalam rangka memperingati Hari Bakti ke-41 Rimbawan.
“Pohon yang ditanami ini berbagai jenis buah yaitu matoa, mangga, jambu kristal dan lainnya,” kata Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDAS) Remu Ransiki Masir.
Dia menjelaskan bahwa pemilihan Kampung Mawes dijadikan sebagai sasaran kegiatan pelestarian hutan dan lingkungan karena terdapat sumber mata air yang perlu diselamatkan. Penanaman bibit pohon oleh seluruh UPT KLHK secara serentak merupakan upaya mitigasi terhadap perubahan iklim, pemulihan kualitas lingkungan hidup, serta percepatan rehabilitasi hutan dan lahan.
“Gerakan tanaman pohon ini bukan seremonial saja, tapi menjaga mata air tidak rusak,” ucap Masir. (UWR)