JAKARTA, JAGAINDONESIA.COM – Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (EN-LMND) di Jakarta Selatan mengundang Wakil Ketua Komite I DPD RI, Dr. Filep Wamafma, S.H., M.Hum menjadi narasumber pada dialog publik yang dilaksanakan pada Jumat (6/10/2023) mendatang.
Dialog tersebut mengangkat tema ‘Eksistensi Polri dalam Penanganan Konflik Agraria” dengan studi kasus penangkapan petani di Jambi. Tema ini akan dibahas bersama narasumber lainnya yakni Kabareskrim Polri, Akademisi Universitas Pancasila dan Pengurus Pusat Serikat Tani Nelayan (PPSTN).
Sosok Dr. Filep Wamafma dipandang tepat sebagai pembicara dengan latar belakang merupakan akademisi di bidang hukum sekaligus sebagai pimpinan Komite I DPD RI. Selain itu, Dr. Filep selaku senator Papua Barat juga memiliki dedikasi yang tinggi dan kerapkali melakukan advokasi persoalan hukum yang dihadapi masyarakat di daerah.
“Besok Jumat, saya diundang menjadi narasumber dalam dialog publik untuk membahas tentang salah satu kasus yang menjadi tema diskusi di Jakarta Selatan,” ungkap Filep seraya menyambut baik undangan tersebut.
Adapun masalah yang dibahas pada diskusi publik itu mengenai penangkapan sejumlah petani di Jambi yang dituduh melanggar pasal 363 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan di lahan sawit Koperasi di Muaro Jambi yang merupakan plasma dari PT. Riky Kurniawan Kertapersada (PT.RKK).
Penangkapan yang dilakukan Polda Jambi itu diduga salah prosedur dan sedang didalami oleh PP STN. Hal itu lantaran lahan tersebut masuk dalam wilayah izin HTI PT. Wira Karya Sakti (PT WKS) dan masuk dalam lahan hutan di bawah Kementerian LHK RI. Berikut kronologi persoalannya:
1. Luas lahan yang diajukan sebagai objek perhutanan sosial (PS) seluas 2391 Hektaree di dalamnya ada 306 Hektaree areal HTI PT. WKS sejak tahun 2004;
2. Tahun 2008 muncul HGU PT. RKK seluas 682 Hektaree yang terdiri dari 306 Hektare hutan merupakan HGU HTI PT. WKS dan APL 376 Hektare (HGU diatas Izin HTI) dimana;
3. PT. RKK menanam sawit melebihi HGU di dalam hutan seluas 2085 Hektare, tindakan ini merupakan kejahatan perkebunan yang merugikan negara dan PT. WKS;
4. PT. WKS menggugat terhadap PT. RKK di pengadilan dan menang di semua tingkat persidangan;
5. Sementara itu, petani yang tergabung dalam Empat KTH mengajukan hak kelola dalam hal ini perhutanan sosial di lahan hutan seluas 2085 Hektare dan Hutan eks HGU PT RKK seluas 306 Hektare yang merupakan areal HTI PT. WKS yang dicaplok PT. RKK kepada Kementerian LHK RI;
6. Saat ini posisi pengajuan sedang menunggu verifikasi teknis yang terhambat karena belum dibatalkannya HGU PT. RKK oleh Kementerian ATR/BPN RI. Padahal menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah dalam Pasal 14,15, 31, 32 dan 33 menyebutkan HGU harus dihapus karena dibatalkan oleh Menteri berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan tetap. (WRP)