JAKARTA, JAGAINDONESIA.COM – Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD kembali menerima audiensi pimpinan Majelis Rakyat Papua (MRP) yang didampingi oleh Direktur Amnesty International Usman Hamid di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (5/8/2022).
Dalam agenda itu, pimpinan MRP menyerahkan masukan-masukan dan 12 hasil keputusan kultural lembaga ini. Salah satu poin yang disampaikan terkait tanah ulayat dari masyarakat adat di Papua dan ibukota provinsi baru di Papua yaitu larangan jual beli tanah ulayat, hingga perlunya penghormatan hak-hak politik perempuan asli Papua.
Adapun poin yang paling mendesak adalah penghentian kekerasan dan diskriminasi oleh aparat penegak hukum terhadap orang asli Papua (OAP). Kemudian, keputusan tentang perlindungan perempuan dan anak di wilayah konflik seperti Intan Jaya, Puncak, dan Nduga, Provinsi Papua.
“Keputusan-keputusan ini penting untuk memberikan perlindungan dan afirmasi terhadap masyarakat orang asli Papua,” kata Ketua MRP Timotius Murib, dikutip Sabtu (6/8/2022).
Keputusan-keputusan kultural ini sebelumnya juga telah diserahkan kepada Mendagri Tito Karnavian pada Selasa (2/8/2022). Adapun keputusan MRP yang melarang jual beli tanah ulayat dan moratorium sumber daya alam ini sesuai dengan penelitian Amnesty tentang tambang emas di Papua.
Keputusan ini juga mendesak penghentian kekerasan dan pelanggaran HAM terkait pro dan kontra atas pembentukan DOB maupun konflik terkait dengan sumber daya alam (SDA) di tanah Papua.
Dalam pertemuan dengan Mahfud MD, MRP meminta adanya perhatian terhadap para pengungsi di daerah-daerah konflik seperti Intan Jaya, Kabupaten Nduga, dan Kabupaten Puncak. MRP juga mengusulkan pemerintah untuk membentuk tim pencari fakta terkait persoalan tersebut.
“Usulan kami adalah dibentuk tim pencari fakta di bawah Kemenkopolhukam terkait dengan penanganan pengungsi. Tim pencari fakta ini bukan bertujuan untuk menyalahkan pihak-pihak tertentu, tetapi untuk mengidentifikasi kebutuhan pengungsi dan menunjuk instansi relevan lainnya demi memenuhi kebutuhan pengungsi,” kata Usman Hamid saat mendampingi MRP dalam keterangan tertulis.
Lebih lanjut, Usman menekankan bahwa dalam hal ini, pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan dan bantuan kemanusiaan kepada semua pengungsi internal yang berada dalam wilayahnya. Menurutnya, para pengungsi internal yang tidak atau sudah berhenti berpartisipasi dalam pertempuran juga tidak boleh diserang dalam situasi apa pun.
MRP juga meminta Mahfud MD memastikan agar jalan dialog damai yang telah diinisiasi oleh Komnas HAM dapat terus berjalan. Hal itu sangat penting dilakukan guna memastikan perlindungan dan keamanan bagi masyarakat sipil di wilayah Papua.
Dalam kesempatan itu, Mahfud MD menyambut baik masukan-masukan dari MRP. Ia menekankan bahwa konstitusi negara melindungi hak-hak masyarakat adat di wilayah Papua.
“Menanggapi masukan tentang masa depan Orang Asli Papua (OAP), sy tegaskan bhw konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia memberi perlindungan dan pengaturan yang lebih berpihak pada masyarakat adat serta hukum adat,” ujarnya.
Sementara itu, mengenai masukan terkait Otonomi Khusus atau Daerah Otonomi Baru (DOB), Mahfud menegaskan bahwa kebijakan publik yang terkait telah bersifat implementatif dan bukan lagi alternatif.
“Karena sifatnya implementasi, maka msh bs saling memberi dan menerima masukan, terutama masukan yang menyangkut adat,” katanya
“Perihal pengungsi, kami telah berusaha tangani. Tapi kami masih memerlukan masukan data-data yang akurat tentang keberadaan mereka dan apa kebutuhannya,” sambung Mahfud MD. (UWR)