MANOKWARI, JAGAINDONESIA.COM – Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Atmajaya Yogyakarta, Prof. Dr. Dra. M. G. Endang Sumiarni, SH., M.Hum memberikan kuliah umum kepada mahasiswa/i dan dosen STIH Manokwari secara virtual Jumat (26/8/2022). Dalam kuliah umum ini, Prof Endang menekankan pentingnya edukasi dalam menjaga cagar budaya Papua sebagai jati diri bangsa.
Prof Endang menyampaikan, peraturan terkait cagar budaya ini tercantum dalam Undang-Undang Dasar (UUD) RI 1945 Pasal 32 Ayat (1) dan Pasal 33 Ayat (3), UU No. 11 tahun 2010 tentang cagar budaya dan Peraturan pemerintah No. 1 tahun 2022 tentang registrasi nasional dan pelestarian cagar budaya.
Ia menjelaskan, pengelolaan cagar budaya ini diserahkan penuh kepada masyarakat adat. Sedangkan, cagar budaya yang tidak dimiliki dan diawasi oleh masyarakat adat, akan dapat dikuasai oleh negara. Oleh sebab itu, Prof Endang mengatakan, setiap suku di Papua yang memiliki berbagai jenis cagar budaya harus dilindungi sebelum dikuasai oleh negara.
Lebih lanjut, Prof Endang menyarankan kepada mahasiswa/i STIH Manokwari melakukan penelitian tentang cagar budaya di tanah Papua terutama bagi mahasiswa/i yang tertarik dengan penelitian tentang perlindungan cagar budaya.
“Mahasiswa STIH Manokwari dapat melakukan penelitian terhadap cagar budaya Papua atau warisan adat Papua, harus diteliti. Sebab banyak sekali warisan adat yang tertinggal dan tersembunyi di tanah Papua ini perlu dilindungi,” pesannya.
Ahli hukum cagar budaya itu mengatakan bahwa setiap suku dari mahasiswa/i STIH Manokwari pasti memiliki peninggalan cagar budaya atau warisan adat, sebagaimana dalam hukum kebendaan berwujud.
Menurutnya, para mahasiswa harus mampu mengidentifikasi dan turut memelihara cagar budaya milik suku-suku Papua karena perlindungan terhadap cagar budaya bangsa juga merupakan bentuk penghormatan kepada masyarakat adat.
“Selain itu, kalau kita berbicara tentang cagar budaya, maka kita berbicara juga tentang tata ruang, baik kabupaten, kota dan ruang secara nasional yang mengatur warisan budaya. Ketika cagar budaya Papua tidak diatur dan dilindungi, maka secara perlahan akan hancur dan hilang bersamaan dengan jati diri masyarakat Papua,” ujarnya.
“Membahas soal cagar budaya, maka kita berbicara tentang keaslian dan bukan yang dibuat-buat sekarang. Sehingga kalau bicara cagar budaya, maka berkaitan dengan aspek hukum Pidana, aspek Perdata, dan syarat dengan perpajakan karena setiap orang yang melindungi cagar budaya, akan diberi keringanan pajak. Lalu cagar budaya sarat juga dengan aspek hukum administrasi negara,” sambung Prof Endang.
Dalam kesempatan ini, Prof Endang mengatakan bahwa Papua memiliki satu cagar alam yakni salju di Wamena. Selain itu juga ada Noken yang sudah diakui oleh dunia sebagai cagar budaya yang kini sudah dilindungi. Lalu secara nasional dan mendunia, Indonesia juga memiliki cagar budaya yang dikenal mancanegara, seperti cagar budaya bangunan Candi Borobudur.
Ia menambahkan, ada dua jenis warisan budaya yang perlu diperhatikan yaitu yang bersifat kebendaan (tangible) dan tidak kebendaan (intagible). Artinya suatu benda yang telah memenuhi kriteria sebagai cagar budaya, maka dapat diusulkan sebagai bentuk penghormatan untuk dapat diakui negara.
Menurutnya, hal ini bisa dilakukan di tanah Papua untuk melindungi semua cagar budaya Papua yang masih tersembunyi dan harus digali oleh mahasiswa/i STIH sebagai bahan penelitian di kemudian hari. (WRP)