PAPUA BARAT, JAGAINDONESIA.COM – Kepala Balai Penjamin Mutu Pendidikan (BPMP) Papua Barat Y Edison Sulla menyebut bahwa sudah tidak ada lagi rapor merah mutu pendidikan di kabupaten dan kota se-Papua Barat. Menurutnya, hal itu lantaran kinerja Dinas Pendidikan yang benar-benar menggenjot pelaksanaan program di satuan pendidikan setempat.
Selain itu, Edison juga mengungkapkan faktor lain yang menunjang tak ada lagi rapor merah pendidikan di wilayah Papua Barat itu, diantaranya karena adanya aspek kemitraan yang terjalin baik antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan pemangku kebijakan terkait serta adanya dukungan masyarakat.
“Dukungan masyarakat sangat penting. Pemahaman pentingnya pendidikan kepada masyarakat akan secara perlahan kita ubah. Dan terlihat persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan pembelajaran di sekolah mulai berubah,” ujar Edison, seperti dikutip dari Radar Sorong, Selasa (1/11/2022).
“Kalau tidak mengalami perkembangan maka mutu pendidikan di Papua Barat masih sangat rendah,” tambahnya.
Edison pun mengaku senang atas perkembangan tersebut. Terlebih menurutnya, terdapat perkembangan yang baik dari segi tenaga pendidik terhadap peserta didiknya di satuan pendidikan.
“Disamping itu, guru juga sudah mulai peduli terhadap perkembangan peserta didik di sekolah,” ungkapnya.
Ia menambahkan, sebelumnya terdapat kabupaten yang mutu pendidikannya mendapat rapor merah, diantaranya adalah Kabupaten Pegunungan Arfak. Namun, menurutnya saat ini sekolah di kabupaten Pegunungan Arfak sudah maju dan memenuhi harapan BPMP. Dengan begitu, tidak ada lagi daerah di Papua Barat yang tercatat memiliki rapor merah pada mutu pendidikannya.
“Sebelumnya memang ada beberapa kabupaten yang mutu pendidikannya mendapat rapor merah, namun sekarang sudah tidak lagi,” terang Edison.
Di kesempatan lain, Edison Sulla menyampaikan sebanyak 52 sekolah di Provinsi Papua Barat telah menjadi sekolah penggerak sebagaimana program Mendikbudristek Nadiem Makarim. Menurutnya, daerah dengan jumlah sekolah penggerak terbanyak berada di Manokwari, Kota Sorong dan Fakfak.
“Sekolah penggerak, yang terbanyak ada di Kota Sorong, Manokwari dan Fakfak. Sebab ketiganya merupakan angkatan pertama program sekolah penggerak. Untuk angkatan kedua ada tambahan lagi dari Teluk Bintuni, Wondama dan Maybrat,” ujarnya, dikutip Kamis (3/11/2022).
Ia menjelaskan, sekolah penggerak bukan didasarkan pada kelengkapan sarana-prasarana ataupun capaian fisik semata, melainkan berfokus pada pengembangan hasil belajar siswa yang mencakup kompetensi dan karakter. Oleh sebab itu, menurutnya, sekolah-sekolah yang berada di pedalaman dapat menjadi sekolah penggerak jika mampu menjalankan manajemen sekolah dan proses pembelajaran dengan baik.
“Sarana dan prasarana tidak menjadi patokan untuk menjadi sekolah penggerak. Kepala sekolah yang diseleksi dengan dilihat kemampuan kepala sekolah dalam manajemen sekolah, wawancara, esai dan sebagainya,” jelasnya. (UWR)