SIDOARJO, JAGAINDONESIA.COM – Jahe merah adalah tanaman jamu asli nusantara. Jahe termasuk keluarga rempah-rempah karena memang menjadi salah satu rempah pokok pada makanan di Indonesia.
Jahe merah ternyata cukup beragam, mulai dari jahe emprit hingga jahe gajah seolah menjadi primadona di waktu awal musim pandemi covid melanda hingga sekarang. Pasalnya konsumsi minuman herbal ini begitu diminati karena diyakini dapat imunitas dan kehangatan tubuh.
Jahe zingiber officinale termasuk dalam kelas monocotyledon atau tanaman berkeping satu dan famili zingiberaceae (suku temu-temuan). Nama zingieber menjadi nama latin dari bahasa sansekerta yaitu singibera, artinya berbentuk tanduk. Hal ini karena bentuk percabangan jahe mirip tanduk rusa.
Beberapa manfaat jahe bagi tubuh, diantaranya membantu membersihkan tubuh melalui keringat, meringankan batuk dan pilek, meredakan sakit kepala, mencegah darah menggumpal dan tersumbatnya pembuluh darah, membuat lambung nyaman dan mengeluarkan angin, meringankan diare, meringankan radang sendi, memperkuat otot, melancarkan pencernaan, menurunkan kolesterol serta memudahkan kerja jantung memompa darah.
Melihat banyaknya khasiat yang dihasilkan oleh jahe, sekelompok pemuda Dusun Jambe Desa Banjarkemantren Kota Sidoarjo menggagas ide ketahanan pangan sampai kedaulatan pangan di lingkup desa.
Dengan memperhatikan tingkat padatnya pemukiman, sudah barang tentu lahanpun menjadi sempit bahkan terbatas. Karena alasan lahan juga, menanam dan membudidayakan jahe sangatlah relevan. Karena jahe dapat di tanam meski hanya di pekarangan rumah atau media polybag dan media lainnya seperti karung.
” Kita nekat mempunyai visi menjadikan “Jambe Kampung Jahe”, maka segala usaha kita tempuh mulai belajar kepada petani jahe yang ada di Kabupaten Kediri, hingga mendatangkan langsung bibit jahe berjumlah 700 bibit dari kec. Mojo kab. Kediri.” Ujar Wahyu.
“Ini semua kita tanam di lahan pekarangan dan juga media karung.” ujar Wahyu Kama salah satu penggerak pemuda Dusun Jambe Desa Banjarkemantren.
Meski dirintis dari lingkup dusun Jambe desa Banjarkemantren, edukasipun terus digalakkan. Mereka mulai bersinergi bersama warga dengan melakukan pelatihan cara pembuatan jahe serbuk siap seduh. Kini budidaya jahe merah dusun Jambe merambah pada usaha turunan yakni penjualan bibit jahe merah serta media siap tanam berupa pupuk organik (kohe sapi, kohe kambing, sekam mentah dan sekam bakar).
Bahan-bahan pupuk organik itu cukup memadai stok persediannya baik dari dalam desa maupun luar desa Banjarkemantren. Semua jualan tersebut bisa didapat dengan harga terjangkau, sehingga mampu meminimalisir biaya produksi dan operasional.
Untuk bibit jahe merah sekaligus media polybag, dijual kisaran harga Rp 8.000/ batang. Namun, jika hanya membeli bibitnya saja, maka dihargai Rp 5.000/ batang.
Sementara untuk sekam bakar, dipatok harga Rp. 5.000/pack (plastik ukuran 5 kg). Sementara untuk pupuk organik siap tanam, seharga Rp 25.000 / karung (ukuran 10 kg).
Kegiatan ini ditengarahi dapat menjadi alternatif sumber pemasukan ekonomi di era pandemi. Seperti di ketahui bersama bahwa jahe sebagai rempah- rempah nusantara layak dan perlu kita lestarikan baik dari segi penanaman, pengelolaan menjadi bahan minuman atau makanan, hingga ampas jahe yang dapat digunakan untuk campuran pakan unggas.
Hal itulah yang menginspirasi sekelompok pemuda untuk terus berkarya secara produktif di tengah lesunya ekonomi dan sempitnya lahan dusun. Semangat bersama dan kerja-kerja kolektif ini mempunyai tujuan agar warga dapat menciptakan sendiri ruang produksi dari hulu hingga hilir, dari pembibitan hingga menjadi bahan konsumsi. (W.E.Y Sastra)