JAKARTA, JAGAINDONESIA.COM – Senator Papua Barat, Filep Wamafma, memberi apresiasi atas penyelenggaraan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (Konbes NU) pada 5-6 Februari 2025 di Jakarta. Menurutnya, hasil-hasil dan rekomendasi Konbes tersebut membuktikan eksistensi NU dalam pembangunan manusia Indonesia.
“Pertama saya ucapkan selamat dan proficiat kepada saudara-saudara dari NU yang telah sukses menyelenggarakan Konbes. Saya mengapresiasi setinggi-tingginya rekomendasi Konbes yang menekankan perlunya strategi nasional lebih efektif untuk menanggulangi kasus-kasus kekerasan yang kian meningkat, khususnya di lingkungan pendidikan. Ini jelas suatu kepedulian pada masa depan generasi muda,” kata Filep saat ditemui awak media, Jumat (14/2/2025).
Filep lantas menyinggung persoalan-persoalan yang terjadi di sektor pendidikan membutuhkan perhatian serius. Ia menyebut bahwa Forum Serikat Guru Indonesia (FSGI) pernah mendata kasus kekerasan yang terjadi di satuan pendidikan selama Januari-September 2024, yaitu mencapai 36 kasus dengan total jumlah korban mencapai 144 peserta didik.
Dari 36 kasus itu, jenis kekerasan dengan kasus tertinggi adalah kekerasan fisik (55,5%), kekerasan seksual (36%), kekerasan Psikis (5,5%) dan kebijakan yang mengandung kekerasan (3%). Umumnya kasus terjadi di jenjang pendidikan SMP/MTs (36%), SMA (28%) SD/MI (33,33%) dan SMK (14%). Dari jumlah tersebut 66,66 persen terjadi di sekolah di bawah kewenangan Kemendikbud Ristek dan 33,33 persen terjadi di sekolah di bawah kewenangan Kemenag.
Dia menambahkan, data serupa dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) yang menyebutkan hingga September 2024, jenis kekerasan didominasi oleh kekerasan seksual (42%), perundungan (31%), kekerasan fisik (10%), kekerasan psikis (11%), dan kebijakan yang mengandung kekerasan (6%).
“Ini artinya memang kekerasan di satuan pendidikan membutuhkan perhatian serius Pemerintah dan kita semua. Maka secara pribadi dan sebagai pimpinan Komite III DPD RI yang khusus membidangi pendidikan, saya memberikan dukungan penuh pada rekomendasi Konbes NU ini. Kita memang sudah punya regulasi misalnya Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 yang mengatur pencegahan dan penanggulangan kekerasan di sekolah, Permendikbud Nomor 46 tahun 2023 yakni tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan, juga Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan. Hal normatif itu tidak akan berjalan kalau semua kelompok yang berkepentingan dengan pendidikan tidak punya satu visi besar tentang idealisme pendidikan Indonesia,” tambahnya.
Lebih lanjut, Filep memberikan beberapa usulan penting mengingat tren kekerasan di lingkungan satuan pendidikan semakin meningkat. Pertama, perlu ada sinergitas antara pemerintah, sekolah, dan keluarga. Kedua, kekerasan itu berkaitan dengan persoalan struktural, di mana lingkungan pendidikan masih tidak ramah siswa, misalnya dari beberapa kasus ada senioritas tertentu yang perlu dihilangkan.
“Ketiga, perlu ada sosialisasi dan pengawasan berkelanjutan dimulai dari guru-guru dan tenaga kependidikan, yang memang harus benar-benar paham bagaimana bentuk-bentuk kekerasan dan cara menghadapi siswa pelaku maupun korban. Ini juga sekaligus mencegah agar guru dan tenaga kependidikan tidak menjadi aktor kekerasan”, jelas Filep.
“Saya berharap agar visi Indonesia Emas dapat tercapai melalui pendidikan. Spirit Indonesia Emas itu sejatinya dimulai dari pendidikan yang membahagiakan. Jadi, mari ciptakan lingkungan pendidikan yang membahagiakan itu”, pungkasnya.