JAKARTA – Senator Papua Barat, Filep Wamafma mendesak pembahasan RUU Otsus Papua yang saat ini tengah berjalan dapat mengakomodir pembentukan Partai Politik Lokal di Papua. Menurut Filep, pembentukan partai politik lokal merupakan manifestasi atas terpenuhinya hak dasar politik (political rights) Orang Asli Papua (OAP) sesuai dengan amanat kekhususan UU Otsus Papua.
Menurutnya, pembahasan RUU Otsus saat ini harus menjadi momentum untuk memperjuangkan hak-hak dasar OAP sebagai subyek utama pembangunan di Papua yang selama ini terkesan diabaikan. Selain itu, sebagaimana partai politik lokal di Aceh yang difasilitasi dengan baik, Filep berharap rakyat Papua juga dapat mendirikan partai politik lokal di tanah Papua.
“Bila kita melihat secara lebih jernih, struktur UU Otsus Papua meletakkan secara legislatif dan eksekutif, suatu kekhususan pemberdayaan OAP beserta hak-haknya. Kekhususan tersebut dalam tafsir filosofis, seharusnya dipahami meliputi semua hak dasar yang selama ini diabaikan. Salah satu hak dasar tersebut ialah hak politik yang termanifestasi dalam hak mendirikan partai politik,” ujarnya, Rabu (7/7).
Filep mengatakan, pembentukan partai politik lokal di Papua juga dapat diatur dengan menerbitkan aturan turunan dari UU Otsus Papua. Hal itu menurutnya juga akan mendukung kokohnya demokrasi dan semangat persatuan-kesatuan rakyat Papua dalam bingkai NKRI
“Ruang perubahan inilah yang selayaknya diperjuangkan sekarang. Wilayah demokrasi yang sangat besar akan menemukan tempatnya ketika ada partai politik lokal yang dibentuk, dengan menetapkan revisi UU Otsus mengenai partai politik lokal, maupun dengan menetapkan peraturan turunan sebagai lex specialis dari UU Otsus. Kekhususan OAP memang menjadi prioritas utama, bila kita memaknai Otsus Papua sebagai benar-benar Otsus Papua ,” terangnya.
Lebih lanjut, Filep menjelaskan bahwa berdasarkan Pertimbangan Hukum MK poin 3.14 dalam Putusan Nomor: 41/PUU-XVII/2019 (halaman 102), disebutkan MK menilai dalam posisi sebagai salah satu daerah Otsus, maka pembentuk undang-undang dapat memberikan pengaturan khusus pengelolaan partai politik di Papua. Dengan kata lain bahwa jika pembentukan partai politik lokal dijadikan sebagai bagian dari kekhususan Papua, maka pembentuk undang-undang dapat merevisi UU terkait hal tersebut.
“Bahkan, sebagai bagian dari demokratisasi partai politik, pengaturan khusus dimaksud dapat menjadi model percontohan desentralisasi pengelolaan partai politik nasional di daerah. Dalam batas penalaran yang wajar, kesempatan lebih luas untuk terlibat mengelola partai politik akan memberikan ruang lebih luas kepada warga negara penduduk Papua untuk mengisi jabatan-jabatan politik yang merupakan hasil kontestasi politik yang melibatkan partai politik.”
“Namun demikian, jika pembentukan partai politik lokal akan dijadikan sebagai bagian dari kekhususan Papua, pembentuk undang-undang dapat melakukan dengan cara merevisi UU 21/2001 sepanjang penentuannya diberikan sesuai dengan latar belakang dan kebutuhan nyata Papua serta tetap dimaksudkan sebagai bagian dari menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” bunyi penggalan pertimbangan hukum MK pada tahun 2019.
Selain itu, Filep Wamafma juga menyoroti fakta politik di Papua yang menunjukkan adanya ketimpangan komposisi dalam tubuh DPRP. Menurutnya, saat ini terdapat fraksi Otsus di tubuh DPRP yang justru mayoritas anggota DPRP periode 2019-2024 dihuni oleh pendatang dan bukan OAP. Oleh karena itu, ia menekankan urgensi pembentukan partai politik lokal dapat turut serta dibahas dalam RUU Otsus Papua. (Umma/JP)