PAPUA BARAT, JAGAINDONESIA.COM – Pimpinan Komite I DPD Republik Indonesia asal Provinsi Papua Barat, Dr. Filep Wamafma, SH., M.Hum melayangkan laporan polisi kepada terlapor berinisial PFM yakni anggota DPD RI terpilih dari Provinsi Papua Barat Daya atas dugaan kata-kata pengancaman melalui pesan elektronik grup WhatsApp.
Laporan polisi tersebut disampaikan ke Polda Papua Barat pada Rabu (24/7/2024) pukul 13.00 WIT. Laporan dilakukan langsung oleh pengacara Achmad Djunaidi, SH., MH didampingi Donny Karawan, SH., MH dan Frans Mansumbauw, SH.
Djunaidi mengatakan bahwa laporan itu dilayangkan atas dasar kewenangan untuk melindungi nama baik dan keselamatan Dr. Filep Wamafma selaku korban dari dugaan kata-kata yang tidak pantas dikeluarkan melalui percakapan terlapor kepada korban.
“Jadi setelah kami menerima bukti percakapan pesan chat dari korban, maka kami membawa alat bukti tersebut dan mendatangi Polda Papua Barat untuk mengadukan terlapor agar segera mengklarifikasi kata-kata yang sudah dikeluarkan melalui percakapan whatsapp grop DPD RI tanah Papua 2024-2029,” ungkap Djunaidi.
Menurut Djunaidi, laporan polisi ini bermula dari sebuah video pendek terkait jumpa pers pasca Rapat Kerja (Raker) bersama Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia di gedung Senayan DPD RI yang dibagikan ke dalam grup WhatsApp oleh salah satu anggota DPD RI terpilih dari Papua Selatan. Berkaitan dengan video itu muncul percakapan yang menimbulkan reaksi dengan kata-kata tak pantas dikeluarkan oleh terlapor.
Adapun kronologinya, kata Djunaidi, dalam sesi jumpa pers tersebut Dr. Filep Wamafma berada di samping kiri Wakil Ketua I, Prof. Dr. Hj. Sylviana Murni, S.H., M.Si. yang sedang tanya jawab dengan wartawan. Dalam sesi ini, Filep Wamafma sebatas mendampingi juru bicara saat tanya jawab.
Akan tetapi video tersebut lantas dibagikan ke grup WhatsApp dan ditanggapi oleh salah satu oknum anggota DPD RI terpilih dari Papua Selatan, Rudy Tirtayana yang mengomentari video tersebut dengan pesan whatsapp berbunyi “adoh cuman dorang dua yg tengah bicara, baru kiri kanan tdk omong kah”.
Sementara yang berdiri di samping kiri kanan jubir saat jumpa pers adalah Ketua Komite I DPD Fachrul Razi dan Wakil ketua Komite I Filep Wamafma. Pernyataan dari Rudy Tirtayana itu dinilai sangat merendahkan dan menunjukkan ketidakmampuan secara pribadi.
Lebih lanjut, pernyataan Rudy Tirtayana, lalu ditanggapi oleh Filep Wamafma dan membalas pesan dengan keberatan serta menjelaskan alasan secara pribadi terkait mekanisme dalam sebuah sesi wawancara tersebut.
Akan tetapi, percakapan tersebut justru dibantah oleh terlapor PFM dengan mengeluarkan kata-kata ancaman. Padahal sesi jumpa pers diketahui memiliki mekanisme yang harus dipatuhi dan saling menghormati pihak yang dipercaya memberikan keterangan pers.
Dalam keterangan tambahan ke Polisi, Djunaidi mengatakan bahwa dalam setiap agenda resmi apapun termasuk jumpa pers memiliki mekanisme dalam berbicara dan menghormati setiap yang dipercayakan untuk berbicara.
“Artinya bahwa ada etika dalam berbicara ke publik bukan sembarangan berbicara dan tidak menghormati orang lain dalam berbicara,” tambah Djuanidi.
Adapun isi pesan elektronik dalam grup WhatsApp yang dikirim oleh terlapor PFM berbunyi begini “Sa Cari Ko nanti, ko lihat saja”. Dengan kata-kata tersebut, Filep menanggapi bahwa kalimat ini yang kemudian mengarah kepada ancaman atas keselamatan korban sehingga terlapor harus mempertanggungjawabkan di depan hukum.
Usai mengadukan terlapor, Direktorat Pembinaan Masyarakat Polda Papua Barat mengeluarkan undangan pemanggilan 1 berdasarkan Nomor: B/164/VII/2024/Ditbinmas, tertanggal 24 Juli 2024 kepada terlapor PFM.
Perbuatan PFM dilaporkan dengan Pasal 29 UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua UU ITE yang berbunyi: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara langsung kepada korban yang berisi ancaman kekerasan dan/atau menakut-nakuti. Ancaman pidananya diatur dalam Pasal 45B UU Nomor 19 Tahun 2016, yaitu pidana penjara maksimal 4 tahun dan/atau denda maksimal Rp750 juta. (WRP)