PAPUA BARAT, JAGAINDONESIA.COM – Pemerintah daerah di tanah Papua khususnya pemerintah kabupaten/kota dan Provinsi Papua Barat diminta terbuka kepada pihak sekolah, baik di tingkat SD, SMP, dan SMA/SMK sederajat tentang pengelolaan dana pendidikan yang bersumber dari APBN dan APBD.
Hal ini ditekankan oleh Senator Papua Barat, Dr. Filep Wamafma saat dimintai tanggapan terkait aspirasi masyarakat di kabupaten se-Papua Barat yang mengeluhkan tentang biaya pendidikan yang terus meroket.
Sejumlah keluhan yang diterima Filep Wamafma yakni adanya pungutan biaya pendidikan untuk membiayai seragam sekolah, buku bacaan, guru honor, dan penarikan biaya komite sekolah saat pendaftaran siswa baru. Namun, menurutnya, adanya persoalan ini tidak lantas menyalahkan pihak sekolah, melainkan perlunya keterbukaan dari pemda mengenai anggaran pendidikan.
“Jadi kalau ada pungutan biaya pendidikan dari sekolah, maka semestinya pemerintah melalui Dinas Pendidikan tingkat kabupaten, provinsi-lah yang harus menyadari persoalan semacam ini. Lalu kita tidak bisa menyalahkan sekolah, tapi pertanyakan kepada pemerintah daerah sebagai leading sector yang mengatur tentang dana pendidikan yang membiayai kebutuhan sekolah,” sebut Filep menanggapi aspirasi masyarakat di kabupaten Manokwari, Senin (5/8) saat melakukan reses ke Papua Barat.
Lebih lanjut, Filep menguraikan bahwa terdapat mekanisme yang diduga belum tepat terkait pengelolaan dana pendidikan. Menurutnya, pihak sekolah swasta maupun negeri sudah dapat membebaskan biaya pendidikan dan tidak ada pungutan kepada orangtua murid jika anggaran dana pendidikan terbuka.
Kondisi ini, kata Filep, sangat dirasakan karena keluhan dari masyarakat selalu muncul di saat momentum pendaftaran sekolah. Di situasi ini, lanjut Filep, semestinya pihak pemerintah segera mencari solusi dan meningkatkan intensitas komunikasi serta koordinasi dengan pihak sekolah.
“Ini ada hal yang boleh jadi salah diatur dalam pemerintahan untuk mengatasi masalah pendidikan di Papua Barat. Semestinya harus ada solusi bagi pihak sekolah melalui pengaturan pendidikan agar menjawab kebutuhan masyarakat yang hari ini terus mengeluh karena masalah pendidikan,” sebut Filep.
Padahal, lanjut Filep, Otsus di Papua telah mengatur jaminan pendidikan bagi masyarakat. Dengan kondisi ini, pimpinan STIH Manokwari ini berharap pemerintah merespons dengan segera agar persoalan tidak terus berulang sehingga masyarakat tidak lagi mengeluh soal biaya pendidikan.
“Kita tentu tahu biaya pendidikan yang tinggi berkorelasi dengan angka putus sekolah yang meningkat di tanah Papua. Lalu apakah masalah ini dibiarkan terus terjadi di tengah masyarakat, ataukah ada inisiatif dari pemerintah untuk mengatasi masalah ini. Ada dana Otsus yang bersumber dari APBN, APBD, DBH bidang pendidikan harusnya sudah cukup menjawab kebutuhan pendidikan bagi masyarakat,” ungkap dia. (WRP)