JAYAPURA, JAGAINDONESIA.COM – Kuasa hukum Lukas Enembe Petrus Bala Pattyona manyampaikan bahwa massa pendukung Lukas Enembe meminta pemeriksaan terhadap kliennya dan keluarga oleh KPK dilakukan di lapangan. Hal itu dimaksudkan agar pemeriksaan Lukas sebagai tersangka yang sedang sakit dan dari pihak keluarga sebagai saksi bersifat terbuka agar bisa disaksikan.
Menanggapi hal itu, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih (Uncen) Papua, Prof Melkias Hetharia mengkritik permintaan itu. Prof Melkias menjelaskan, sistem hukum yang berlaku di Indonesia tidak mengenal mekanisme mengadili seseorang di lapangan terbuka seperti permintaan simpatisan Lukas itu.
“Saya kira dalam sistem hukum kita tidak mengenal itu. Jadi itu harus dilakukan berdasarkan aturan hukum acara,” ujar Prof Melkias dalam keterangannya, Minggu (9/10/2022).
Prof Melkias menjelaskan, Indonesia memiliki hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Sehingga menurutnya, poses hukum yang berlangsung dalam rangka penyelesaian masalah korupsi di Papua, termasuk kasus Lukas Enembe semuanya berjalan menurut hukum acara yang ada.
“Biarlah aturan hukum ditaati oleh semua pihak, karena kita hidup dalam suatu negara dan negara ini adalah negara hukum sehingga semua orang harus mematuhi hukum,” jelasnya.
Melkias pun berharap, semua pihak tunduk dan taat pada hukum agar masyarakat bisa menikmati keadilan dan kesejahteraan. Melkias juga mengajak, masyarakat maupun penyelenggara negara harus menaati hukum, baik hukum positif, agama, adat, termasuk internasional yang dibangun di atas dasar etika.
“Jadi kita semua harus tunduk kepada aturan-aturan itu. Dan semua aturan itu tanpa kecuali berada dalam kehidupan kita secara simultan, berlaku secara bersama-sama. Maka mau tidak mau kita harus mentaati semua hukum yang ada,” ujar Melkias.
Terhadap KPK, Melkias meminta KPK melaksanakan tugasnya secara profesional sehingga dalam penegakan hukum itu ada keadilan prosedural yang perlu diperhatikan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Lebih lanjut, Melkias juga menyinggung penasihat hukum Lukas Enembe. Ia berpendapat penasihat hukum dapat bersikap profesional dan fokus pada kasus yang menjerat kliennya itu.
“Kalau masalah gratifikasi Rp 1 miliar, ya itu saja yang dibicarakan, kenapa melebar ke mana-mana. Penasihat hukum harusnya fokus ke Rp 1 miliar itu. Komentari itu saja. Tidak usah bawa ke ranah politik. (Mereka) bukan penasihat politik, tapi penasehat hukum, supaya tidak menimbulkan gesekan-gesekan ke mana-mana,” ungkap Melkias.
Sementara itu terkait alasan kesehatan Lukas Enembe, Melkias menyarankan KPK dapat mempelajari rekam medis Lukas Enembe termasuk di rumah sakit di Singapura. Selain itu, dokter dari Singapura itu juga dapat diminta menjadi mediator dalam persoalan pemeriksaan ini.
“Saya kira jalan yang terbaik adalah KPK dapat bekerja sama dengan tim dokter di Singapura yang mengetahui rekam medis Lukas Enembe secara pasti. Kalu dokter yang masuk di tengah mungkin kita akan terlepas dari kepentingan-kepentingan lainnya,” terang Prof Melkias.