JAGAINDONESIA.COM – Ketua Komisi XI DPR RI Dito Ganinduto optimis perekonomian di Triwulan I-2021 terus membaik. Berbagai intervensi ekonomi telah dilakukan melalui perbaikan berbagai kebijakan dalam mendukung stabilitas ekonomi dan keuangan. Leading indicator menunjukkan perbaikan di bulan Maret 2021 sesuai ekspektasi sebagai efek dari penerapan PSBB di awal pandemi, antara lain terlihat pada Indeks Penjualan Ritel (RSI), Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Penjualan Mobil, Konsumsi Listrik, Google Mobility, PMI, serta ekspor impor.
“Sinyal pemulihan ekonomi juga terus berlanjut seiring perluasan pemberian vaksin dan kebijakan PPKM yang terkendali. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Maret 2021 menguat, terealisasi sebesar 93,4, dan merupakan yang tertinggi sejak Desember 2020,” kata Dito dalam rapat kerja membahas mengenai Evaluasi Perekonomian Nasional dan Stabilitas Sistem Keuangan Triwulan I Tahun 2021 di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (14/6/2021).
Politisi Fraksi Partai Golkar itu menambahkan, aktivitas konsumsi masyarakat juga menunjukkan perbaikan, dan diperkirakan akan terus menguat pada Triwulan II Tahun 2021, terutama konsumsi makanan dan minuman, informasi dan transportasi, pakaian, serta perlengkapan rumah tangga dan rekreasi. Data BPS menunjukkan, perekonomian Indonesia dalam proses menuju pemulihan dengan tumbuh – 0,74 persen di Kuartal I-2021.
Perbaikan ini, kata Dito, merupakan hasil dari pelaksanaan APBN 2021. Hal itu terlihat dari konsumsi pemerintah dan rumah tangga yang terus menguat, serta ekspor impor yang tumbuh positif. Selanjutnya, Bank Indonesia juga telah melanjutkan bauran kebijakan yang akomodatif untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional. Dari sisi kebijakan moneter, BI mempertahankan kebijakan suku bunga rendah dengan mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI-7DRR) di level 3,50 persen.
“BI juga perlu untuk terus melakukan triple intervention untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai fundamental dan mekanisme pasar. Selanjutnya, di tengah pandemi yang masih berlanjut, rasio prudensial sektor keuangan yang berperan penting terhadap stabilitas sektor keuangan tetap terjaga dengan baik,” jelas Dito.
Sampai bulan Maret 2021, perbankan masih menunjukkan kondisi permodalan yang kuat dengan Capital Adequacy Ratio (CAR) berada pada level 24,18 persen. Kemudian, gearing ratio industri pembiayaan juga berada di level 2,03 kali, serta Risk-Based Capital (RBC) industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing jauh di atas threshold.
Untuk mendukung percepatan pemulihan ekonomi nasional, LPS juga telah menurunkan Tingkat Bunga Penjaminan (TBP). Per Maret 2021, penjaminan LPS mencakup 99,92% dari total rekening atau 50,15 persen dari total nominal simpanan.
“Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong penurunan biaya dana (cost of fund) perbankan agar suku bunga kredit menjadi turun untuk mendorong pertumbuhan kredit,” pungkasnya.
Rapat kerja tersebut juga dihadiri secara langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Gubernur BI Perry Warjiyo, Ketua DK OJK Wimboh Santoso, dan Ketua DK LPS Purbaya Yudhi Sadewa. Pemerintah mewaspadai, lonjakan kasus Covid-19 akan berdampak pada stabilitas ekonomi, terutama pertumbuhan ekonomi Kuartal II-2021.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa prediksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2021 berkisar 7,1 hingga 8,3 persen year on year (yoy). Sementara sepanjang tahun ini ditargetkan berada di rentang 4,5 persen sampai dengan 5,3 persen yoy.
“Seiring kenaikan Covid-19 harus hati-hati terutama proyeksi upper bound di 8,3%. Kuartal II kita berhadap terjadi pemulihan kuat, namun Covid-19 pada minggu kedua Juni akan mempengaruhi koreksi ini. Kalau Covid-19 bisa menurun, masih bisa berharap,” ungkap Ani.
Menurut Menkeu, proyeksi pertumbuhan ekonomi pada bulan Juni sekarang ini pada Juni ini akan menentukan posisi pertumbuhan ekonomi kuartal II-2021. Sebab, pada April-Mei 2021, Sri Mulyani meyakini akan melonjak karena dibandingkan April-Mei 2020, basis ekonomi saat ini jauh lebih tinggi.
“Kalau kita lihat lonjakannya cukup besar. Pada Juni ini harus diwaspadai karena bulan Juni ini bulan akhir triwulan ke II, jadi nanti pasti akan terpengaruh terhadap penilaian stabilitas ekonomi triwulanan,” pungkas Ani. (alw/sf)