JAGAINDONESIA.COM – Berbagai kasus dugaan politisasi dan ketidakefektifan intelijen disinyalir karena masih lemahnya pengawasan terhadap badan intelijen. Perlu adanya peran serta dari lembaga Negara dan masyarakat yang berfungsi mengawasi agar intelijen di Indonesia menjadi efektif, profesional dan demokratis.
Berdasarkan hasil penelitian dari para tim peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ada 55 problem yang teridentifikasi dalam enam isu pengawasan, yaitu konflik kepentingan; kelemahan regulasi; kelemahan kapasitas aktor pengawas; kompleksitas ancaman; intimidasi, kekerasan dan kriminalisasi; dan persoalan transparansi. Hal ini diungkapkan dalam acara “Rilis Kertas Kerja dan Kelompok Kerja: Menguak Kabut Pengawasan Intelijen di Indonesia” melalui zoom webinar pada Rabu (03/03/2021).
Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM RI, Sandrayati Moniaga yang menjadi salah satu pembicara, mengapresiasi hasil kertas kerja tersebut. Menurutnya, penelitian tentang lembaga intelijen dalam Negara demokratis sangat penting untuk dilakukan. Namun Sandra berharap penelitian LIPI terkait pengawasan intelijen yang ada di Indonesia tidak berhenti sampai disini saja.
“Penelitian harus berlanjut hingga menghasilkan suatu rekomendasi kebijakan, pendalaman pada aspek pengawasan intelijen di Indonesia sangat kita butuhkan”, ucap Sandra.
Sandra mengungkapkan jika Indonesia menghadapi persoalan serius dalam kontrol terhadap sitem intelijen. Hal ini ditinjau dari implikasinya terhadap nilai-nilai demokrasi dan efektivitas kerja intelijen tersebut.
Pendalaman tugas dan wewenang dari masing-masing lembaga Negara independen secara komprehensif diperlukan untuk memetakan para aktor pengawasan intelijen. “Kertas kerja ini menjadi titik awal untuk mendalami lembaga Negara mana saja yang bisa diajak dalam fungsi pengawasan, dan tentu saja harus relevan dengan fungsi lembaga tersebut”, lanjut Sandra.
Model pengawasan tidak hanya terfokus pada efektivitas intelijen saja, namun dikembangkan untuk memastikan adanya internalisasi prinsip-prinsip HAM, anti korupsi, dan pelayanan yang baik. Intelijen harus beradaptasi terhadap situasi yang berkembang dan tetap tunduk apada aturan yang demokratis dan transparan.
Senada dengan Sandra, Budi Setyarso, Pemimpin Redaksi Koran Tempo mengungkapkan jika pekerjaan intelijen mengharuskan kerahasiaan, namun tetap harus tunduk pada aturan-aturan demokrasi dan ada transparansi dalam prosesnya.
“Intelijen akan menjadi lembaga yang berbahaya jika tanpa keharusan tunduk pada aturan demokratik”, ujar Budi.
Diskusi ini memberikan gambaran ideal suatu lembaga intelijen, yaitu menyediakan informasi yang berkualitas untuk pemerintah guna kepentingan keamanan internal, eksternal, pertahanan nasional atau hubungan luar negeri. Lembaga ini berada di bawah Presiden sebagai kepala pemerintah, namun bekerja untuk kepentingan publik. Kontrol diperlukan agar lembaga intelijen tidak menjadi alat kepentingan politik. Demokrasi untuk kepentingan rakyat bukan kepentingan partai atau golongan tertentu.
“Peran intelijen sebagai badan Negara bukan untuk memperkuat anti demokrasi, tetapi harus mendukung demokrasi tersebut”, pungkas Sandra. (Ratih/Ibn)