Sabtu, 2 November 2024
BerandaBerita DaerahMasukkan Sanggahan ke KPU, Tim Kuasa Hukum DOAMU Ungkap Sejumlah Dasar...

Masukkan Sanggahan ke KPU, Tim Kuasa Hukum DOAMU Ungkap Sejumlah Dasar Hukum dan Poin Keberatan

MANOKWARI, JAGAINDONESIA.COM – Pusat Pengkajian Penelitian Bantuan Hukum dan Perlindungan Konsumen (P3BHPK) Manokwari selaku tim kuasa hukum calon gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan dan calon wakilnya Mohammad Lakotani memberikan sanggahan atau keberatan kepada KPU Provinsi Papua Barat pada Selasa (17/9/2024).

Surat sanggahan ini menanggapi adanya surat masuk yang diserahkan oleh salah satu suku di Kaimana ke KPU PB yang pada pokok masalahnya tidak mengakui calon wakil gubernur Papua Barat, Mohammad Lakotani sebagai orang asli Papua. Surat ini dikirimkan pada 12 September 2024 lalu.

Pasangan DOAMU diwakili oleh tim kuasa hukumnya yakni Achmad Junaedy, SH, MH, Demianus Waney, SH, MH, Donny E. S. Karauwan, SH, MH, Jhoni J. Sassan, SH MH, Atang Suryana, SH, MH, Nurjana Lahangatubun, SH, MH, Max Bonsapia, SH., MH, Anthon H. Rumbruren, SH, MH dan Frans Zeth Mansumbouw. SH.

Demikian disampaikan Koordinator Kuasa Hukum DOAMU, Achmad Junaedy, SH, MH kepada awak media pasca menyerahkan surat sanggahan/keberatan kepada KPU di Arfai, Manokwari. Menurutnya, surat sanggahan tersebut sekaligus merupakan bentuk dukungan atas keputusan MRP PB terkait keabsahan status cawagub Mohammad Lakotani sebagai OAP yang diakui secara garis keturunan adat Papua di Kaimana, Papua Barat.

”Jadi kami mendapat informasi melalui salah satu media online pada 12 September lalu ada surat yang dimasukkan ke KPU yang menolak cagub Mohammad Lakotani sebagai OAP. Padahal keputusan MRP PB sudah final dan dimasukkan ke KPU, lalu KPU juga sudah pleno paslon DOAMU,” ujarnya.

“Maka berdasarkan analisis hukum maupun kajian hukum yang dilakukan tim kuasa hukum, maka kami menyurati KPU dengan mengirim surat sanggahan,” ungkap Junaedy menambahkan.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa putusan pleno MRP Papua Barat Nomor 4 Tahun 2024 tentang bakal calon wakil gubernur Papua Barat telah sah secara hukum adat dan hukum positif.

“Dengan demikian lembaga KPU melalui ketua dan komisioner agar kiranya tetap pada mekanisme peraturan perundang-undangan yang berlaku serta Undang-Undang Otonomi Khusus Papua (UU Otsus) dan atau pun putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang relevan mengenai definisi OAP,” urainya.

Kemudian, Junaedy mengingatkan fakta hukum yang dijabarkan dalam lima poin dalam beberapa dokumen terdahulu terhadap pasangan incumbent DOAMU telah dinyatakan sah sebagai calon yang siap bertarung pada Pilgub Papua Barat periode kedua. Dari lima fakta hukum itu, dua diantaranya adalah:

1. Mohammad Lakotani sebelumnya menjabat sebagai Wakil Gubernur Papua Barat pada periode pertama tanpa ada penolakan dari masyarakat terkait statusnya sebagai OAP.

2. MRP Papua Barat telah memberikan rekomendasi untuk pencalonan Mohamad Lakotani pada periode kedua, yang menunjukkan bahwa Mohammad Lakotani dianggap memenuhi persyaratan sebagai OAP sebagaimana putusan pleno MRP Papua Barat nomor 4 tahun 2024 tentang bakal calon gubernur dan bakal calon wakil gubernur Papua Barat.

Selanjutnya, berdasarkan analisis hukum terkait persoalan tersebut, P3BHPK mengungkap sejumlah dasar yang kuat sebagai berikut:

1. Kewenangan MRP dalam memberikan rekomendasi.

2. Definisi orang asli Papua

3. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-XXII/2024 Terkait Definisi Orang Asli Papua

4. Kedudukan hukum penolakan masyarakat adat

Junaedy mengatakan, dari kajian hukum yang dilakukan itu maka, dapat ditarik kesimpulan antara lain:

1. Rekomendasi MRP Papua Barat terhadap pencalonan Mohamad Lakotani sebagai Wakil Gubernur sah dan memiliki dasar hukum yang kuat. MRP Papua Barat telah menjalankan kewenangannya sesuai dengan ketentuan Undang-undang Otsus Papua.

2. Penolakan masyarakat Suku Mairasi di Kaimana tidak dapat menjadi dasar hukum untuk membatalkan pencalonan Mohammad Lakotani, terutama karena Suku Mairasi tersebar di beberapa wilayah dan penolakan tersebut tidak mencerminkan keseluruhan komunitas adat Mairasi.

3. Putusan Mahkamah Konstitusi memperkuat bahwa definisi OAP dalam Undang-undang Otsus Papua bersifat final dan tidak ada interpretasi lain yang dapat digunakan untuk menolak status OAP  atas nama Mohamad Lakotani.

4. Penyelesaian konflik ini sebaiknya dilakukan melalui mediasi dan dialog adat, bukan melalui mekanisme hukum, karena pencalonan Wakil Gubernur Papua Barat atas nama Mohamad Lakotani sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Oleh karena itu, tim kuasa hukum DOAMU meminta kepada KPU Papua Barat untuk tetap berpatokan pada keputusan pleno MRP PB sebagai lembaga representatif orang asli Papua. Menurutnya, KPU pada dasarnya mengacu pada aturan penyelenggara yang bersifat nasional, dengan tidak mengabaikan aturan daerah khusus (UU Otsus). (WRP)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terkini

- Advertisment -