BINTUNI, JAGAINDONESIA.COM – Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Papua Barat melakukan monitoring dan evaluasi (Monev) di areal operasional Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) PT. Wukira Sari (PT WS), Senin (27/11/2023).
Di kesempatan ini, Ketua Tim Advokasi Masyarakat Adat Kuri, Obet Yoweni mempertanyakan tuntutan masyarakat adat terhadap kerusakan hutan adat kepada Dishut Papua Barat.
“Kami pertanyakan tuntutan adat atas kerusakan hutan adat kami, dan material limbah yang ditinggalkan serta erosi pada daerah sungai Nitos. Lalu proyek pembangunan kantor PT. Wukira Sari juga telah menghilangkan satu gunung sejarah yang menjadi teras depan gereja Daun. Dan hingga kini semua tuntutan itu belum juga terjawab,” ujar Obet kepada awak media ini.
“Bahkan beberapa tuntutan masyarakat adat dari marga Werbete terhadap pelanggaran di Telaga Awan hingga kini belum semuanya terealisasi, sementara produksi dari perusahaan masih jalan terus,” tegasnya.
Menurutnya, monev dari Dishut semestinya juga melibatkan dinas terkait seperti Dinas Lingkungan Hidup. Terkait hal ini, ia meminta agar masyarakat adat juga dilibatkan dalam proses monev sebagai pemilik wilayah adat.
“Lalu, kenapa kami tidak dilibatkan? Di lain sisi dinas melakukan monitoring, ya memang itu kegiatan tahunan mereka tapi apakah benar mereka terjun sampai pada lokasi yang tercemar, terjadi erosi, hutan sakral dan tebangan kayu di bawah diameter yang tidak diekspos ke publik. Ini namanya hanya menghabiskan uang. Sementara kami masyarakat hingga kini menunggu reboisasi di kawasan yang terkena dampak hingga kini belum ada reboisasi,” ungkapnya.
“Salah satunya adalah kerusakan di telaga awan. Dan khusus daerah yang dikatakan gereja Daun ini sebuah pelanggaran HAM. Jadi cepat atau lambat kami akan perkarakan hal ini,” tegas Obet Yoweni.
Di kesempatan ini, Obet membuka ruang kepada yayasan, komunitas maupun para pegiat lingkungan untuk turut merespons persoalan yang dialami masyarakat Suku Kuri tersebut. Menurutnya, hutan adat harus dijaga kelestariannya bersama-sama demi keberlangsungan kehidupan generasi selanjutnya.
“Saya juga membuka ruang kepada semua yayasan atau para pemerhati lingkungan, silakan merespons hal ini, kami saat ini sedang berperang melalui media massa dengan mereka yang melakukan eksploitasi hutan,” katanya.
“Kami jujur mengatakan ini karena hutan adat kami kini sedang menuju dari hutan primer ke hutan sekunder. Kami butuh respons semua pihak yang peduli akan lingkungan, mari kita bersama jaga hutan Indonesia untuk anak-cucu kita. Perangi para perusak hutan dan jadikan hutan sebagai paru-paru dunia,” tutup Obet. (MW)