JAKARTA, JAGAINDONESIA.COM – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menegaskan, pelarangan ekspor mineral mentah diberlakukan mulai 10 Juni 2023 mendatang. Akan tetapi, kebijakan itu tidak berlaku bagi Freeport atau PT Freeport Indonesia (PTFI) dan 4 industri tambang lain lantaran telah memenuhi beberapa ketentuan.
“(Penghentian ekspor) mineral kan sudah dibahas di RDP (Rapat Dengar Pendapat), dimana yang memenuhi persyaratan itu masih sampai 10 Juni 2023, ya mana-mana yang masih boleh disarankan sudah menyelesaikan sekian persen itu, juga kalau tidak salah 5 perusahaan yang memenuhi persyaratan,” kata Menteri Arifin di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (29/5/2023).
Kebijakan itu berlaku berdasarkan Pasal 170 A Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang mengatur bahwa 3 tahun setelah beleid terbit pada 10 Juni 2020 artinya pada 10 Juni 2023, semua ekspor mineral mentah harus melalui proses peningkatan nilai tambah (added value) di Tanah Air
Kebijakan ini juga mengarah secara tegas pada komitmen pemerintah untuk berfokus dan meningkatkan upaya hilirisasi industri guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi domestik. Oleh sebab itu, penghentian ekspor mineral mentah adalah sebuah keharusan yang liniear dengan arah kebijakan tersebut.
Arifin menyebutkan, berdasarkan verifikator independen, ada lima badan usaha telah memiliki kemajuan pembangunan fasilitas pemurnian konsentrat mineral logam di atas 50 persen yaitu PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral Industri (untuk komoditas tembaga), PT Sebuku Iron Lateritics Ore (besi), PT Kapuas Prima Citra (timbal) dan PT Kobar Lamandau Mineral (seng).
“Sisa (perusahaan lain disetop), yang tidak masuk dalam 5 perusahaan,” ujar Menteri Arifin.
Menteri Arifin pun menyebut Kementerian ESDM punya data mengenai perkembangan pembangunan smelter perusahaan lainnya. Pembangunan smelter ini juga menjadi langkah nyata untuk mendukung upaya hilirisasi yang menjadi agenda pemerintah.
“Berapa persen investasinya? Kan kami punya datanya mana yang dikerjain dan mana yang tidak dikerjain,” ujarnya.
Guna mengawal hal tersebut, pemerintah juga telah mengeluarkan Kepmen ESDM No. 89 Tahun 2023 tentang Pedoman Pengenaan Denda Administratif Keterlambatan Pembangunan Fasilitas Pemurnian Mineral Logam di Dalam Negeri dan penambahan waktu ekspor tetap dijalankan sesuai ketentuan peraturan perundangan serta mengenakan sanksi pada badan usaha.
Adapun pengenaan denda yang diberikan tersebut berupa penempatan jaminan kesungguhan lima persen dari total penjualan periode 16 Oktober 2019 hingga 11 Januari 2022 dalam rekening bersama (escrow account). Jika hingga 10 Juni 2024, pembangunan smelter tidak mencapai 90 persen dari target, maka jaminan kesungguhan disetorkan kepada kas negara.
Selanjutnya, pengenaan denda administratif atas keterlambatan pembangunan sebesar 20 persen dari nilai kumulatif penjualan ke luar negeri untuk setiap periode keterlambatan dengan mempertimbangkan dampak pandemi COVID-19.
Berdasarkan laporan verifikator independen, paling lambat disetorkan pada 60 hari sejak Kepmen ESDM No. 89 Tahun 2023 berlaku pada 16 Mei 2023 dan pemegang IUP/IUPK yang melakukan ekspor pada periode perpanjangan akan dikenakan denda yang diatur lebih lanjut oleh Kementerian Keuangan. (UWR)