JAKARTA, JAGAINDONESIA.COM – Jaringan Organisasi Masyarakat Sipil (JOMS) yang terdiri dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), FORUM-ASIA, Asia Justice and Rights (AJAR), Milk Tea Alliance Indonesia, Serikat Pengajar HAM (SEPAHAM), Human Rights Working Group (HRWG), Migrant CARE, Asia Democracy Network (ADN), Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA)
Amnesty International Indonesia, Kurawal Foundation, Lembaga Kajian dan Advokasi, Independensi Peradilan (LeIP) dan SAFEnet memberikan rekomendasi kepada ASEAN dan negara-negara anggotanya dalam ASEAN Special Summit mengenai Myanmar yang akan diadakan pada 24 April 2021 nanti.
Menurut mereka, negara-negara anggota ASEAN bisa memanfaatkan lembaga regional untuk saling berkoordinasi dan berkooperasi untuk menangani permasalahan regional. Kudeta yang terjadi di Myanmar sejak 1 Februari 2021 yang lalu pun tidak luput sebagai permasalahan regional, di mana krisis hak asasi manusia terus terjadi dan mengancam stabilitas perdamaian di Asia Tenggara. Namun, baru setelah lebih dari 2 bulan, negara-negara ASEAN mulai bergerak untuk membahas situasi yang semakin parah di Myanmar.
Dengan posisi yang berbeda-beda di antara negara anggota ASEAN mengenai situasi di Myanmar, ASEAN mengalami kesulitan untuk mencapai konsensus dan menentukan kebijakan yang akan dilakukan, sebab kudeta Myanmar dianggap sebagai urusan domestik yang tidak bisa diintervensi sesuai dengan prinsip ASEAN.
Meskipun begitu, Jaringan Organisasi Masyarakat Sipil mengapresiasi inisiatif Presiden Joko Widodo untuk mendorong ASEAN Special Summit untuk membahas situasi Myanmar.
Inisiatif ini didukung oleh Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam dan hal tersebut menunjukkan keberadaan komitmen untuk mengatasi krisis hak asasi manusia yang terjadi di Myanmar dengan mekanisme yang ada di ASEAN.
Jaringan Organisasi Masyarakat Sipil menyayangkan adanya keputusan dari para pemimpin ASEAN untuk memberikan kursi representasi Myanmar kepada pemimpin junta militer di pertemuan tersebut, yang mana akan menghalangi hubungan ASEAN dengan rakyat Myanmar dan juga gerakan demokrasi dan hak asasi manusia di Myanmar dan di negara-negara anggota ASEAN lainnya.
Untuk itu, mereka mendukung representasi Myanmar di pertemuan tersebut yang diwakili oleh pemerintahan yang dipilih secara demokratis, yaitu National Unity Government untuk mengakui keberadaan pemerintahan yang dipilih secara sah oleh rakyat Myanmar. Memberikan kursi representasi di ASEAN untuk pemerintahan yang sah berarti memberhentikan segala tindakan yang melegitimasi kekuasaan junta militer baik di dalam Myanmar maupun di level internasional.
Hingga saat ini, junta militer telah menahan 3070 orang secara sewenang-wenang dan membunuh 713 orang, termasuk perempuan dan anak-anak. Dengan adanya peningkatan jumlah korban yang terus menerus dan keengganan junta militer untuk menghentikan kekerasan yang terus dilakukan, ASEAN diminta mempertimbangkan hal ini dan dampaknya terhadap keamanan dan instabilitas politik regional.
Akhirnya, Jaringan Organisasi Masyarakat Sipil mendorong ASEAN untuk mengambil langkah tegas dan efektif dalam menangani kudeta Myanmar melalui ASEAN Special Summit ini dengan beberapa rekomendasi sebagai berikut:
1. Menolak kehadiran junta militer sebagai perwakilan Myanmar di ASEAN Special Summit;
2. Memberikan kursi representasi Myanmar di ASEAN Special Summit untuk National Unity Government sebagai pemerintahan Myanmar yang sah dan dipilih secara demokratis;
3. Menjamin akses pertolongan humaniter dan kesehatan secara penuh untuk area yang berkonflik di Myanmar, dan memberikan perlindungan dan kesejahteraan untuk pencari suaka dan pengungsi di Myanmar, termasuk Rohingya;
4. Membangun respons yang kuat dan terkoordinasi dengan Dewan HAM PBB dan Dewan Keamanan PBB untuk mengirim delegasi special envoy ke Myanmar untuk memonitori situasi, menghentikan kekerasan, dan membantu negosiasi demokratis dan berdasar pada nilai-nilai hak asasi manusia.
5. Mendesak pemerintah Indonesia untuk secara optimal bekerja sama dengan negara ASEAN lainnya dalam memastikan investigasi terhadap anggota dan pimpinan junta militer yang terlibat dalam aksi kekerasan, terutama pembunuhan terhadap warga Myanmar, termasuk mereka yang terbukti terlibat dan juga hadir dalam ASEAN Summit
6. Mendesak aparat militer Myanmar segera menghentikan penggunaan kekerasan terhadap masyarakat sipil, menghentikan penangkapan sewenang-wenang, dan membebaskan semua tahanan tanpa syarat.
Sumber: KontraS