PAPUA BARAT, JAGAINDONESIA.COM – Sejumlah persoalan yang dihadapi masyarakat adat di Bintuni terkait proyek BP Tangguh, mendorong Senator Papua Barat Dr. Filep Wamafma meminta adanya Pengadilan Adat untuk ikut menyuarakan aspirasi masyarakat adat 7 suku di Bintuni. Menurutnya, Dewan Adat Papua bisa memberikan sumbangsih bagi nasib 7 suku di Bintuni, yang terdampak oleh aktivitas BP Tangguh.
“Dalam setiap masyarakat adat, ada Peradilan Adat yang bisa berbuat lebih banyak untuk OAP di 7 suku. Pasal 50 dan Pasal 51 UU Otsus memberi ruang untuk itu. Jika ada hak-hak masyarakat adat yang dilanggar, maka semestinya ada Peradilan Adat, sebagai pilar kekuasaan kehakiman pertama, yang menjaga marwah peradilan OAP,” ujar Filep dalam keterangannya, Jumat (23/6/2023).
“Suara masyarakat adat 7 suku ini kan sudah lama meminta keadilan, meminta supaya hak-hak dasar dan ekologisnya dipenuhi, lantaran dampak dari eskplorasi dan eksploitasi BP Tangguh. Dewan Adat Papua bisa menggelar Peradilan Adat untuk memanggil BP Tangguh terkait masalah hak-hak dasar OAP di 7 suku di Bintuni,” ujar Filep.
Bagi Senator Papua Barat ini, Dewan Adat Papua harus berani memanggil BP LNG Tangguh untuk mengklarifikasi berbagai temuan di lapangan terkait BP Tangguh.
“Kepedulian mendasar dari Dewan Adat Papua ialah melihat secara jernih persoalan yang dihadapi 7 suku di Bintuni. Garis kemiskinan yang ekstrem, pendidikan dan kesehatan yang tidak optimal, konsumsi air yang tidak higienis. Hal-hal tersebut akan membuat generasi OAP perlahan-lahan hilang. Tentu kita tidak ingin hal itu terjadi. Maka silakan Dewan Adat Papua gelar Peradilan Adat. Kita tidak bisa menunggu waktu berjalan begitu saja, tanpa ada usaha untuk anak cucu kita di 7 suku di Bintuni,” tambah Filep.
Lebih lanjut, doktor Hukum alumnus Unhas Makassar ini menerangkan bahwa Pasal 38 ayat (2) UU Otsus pun mendukung hal itu dan dengan tegas menyebutkan bahwa usaha-usaha perekonomian di Provinsi Papua yang memanfaatkan sumber daya alam dilakukan dengan tetap menghormati hak-hak masyarakat adat, memberikan jaminan kepastian hukum bagi pengusaha, serta prinsip-prinsip pelestarian lingkungan, dan pembangunan yang berkelanjutan.
“Jadi jika penghormatan terhadap hak-hak masyarakat adat di 7 suku di Bintuni ini terbaikan, maka Dewan Adat Papua harus bergerak. Buka Peradilan Adat supaya BP Tangguh paham bahwa ada mekanisme adat yang menegakkan keadilan untuk masyarakat adat yang juga sejalan dengan amanat UU Otsus bahwa penghormatan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat wajib dilaksanakan,” kata lulusan Doktor Hukum Unhas ini.
Wakil Ketua Komite I DPD RI ini terus menyuarakan aspirasi masyarakat terdampak BP Tangguh di Bintuni, menegaskan harapan agar OAP di tanah Sisarmatiti itu bisa berkehidupan layak.
“Saya sangat mencintai OAP. Saya sangat mencintai tanah Papua. Maka jika semua yang datang tidak menghargai hak-hak masyarakat adat di tanah ini, maka saya pasti akan terus bersuara,” pungkas Filep.