JAKARTA, JAGAINDONESIA.COM – Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD belakangan menyinggung soal besaran dana Otsus Papua mencapai Rp 1000,7 Triliun sejak adanya UU Otsus pada 2001, termasuk disebutnya Rp 500 Triliun lebih pada masa Gubernur Lukas Enembe. Pernyataan ini cukup menyita perhatian publik tanah air hingga menuai beragam tanggapan.
Terkait hal tersebut, senator Papua Barat Filep Wamafma mempertanyakan pernyataan Menko Polhukam itu. Filep membandingkannya dengan data Dirjen Perimbangan Keuangan RI yang menunjukkan bahwa total transfer dana Otsus sebesar Rp154,91 triliun.
“Pernyataan Menkopolhukam ini membingungkan ya. Darimana data yang menunjukkan bahwa dana Otsus yang ditransfer ke Papua sampai sekarang berjumlah Rp 1000 triliun? Karena kita lihat data dari Dirjen Perimbangan Keuangan RI menunjukkan total dana Otsus sampai 2022 sebesar Rp154,91 triliun,” ujar Filep, Sabtu (24/9/2022).
“Jadi awal ada Otsus, dananya Rp1,3 triliun. Peningkatan tiap tahun sebesar 7,8%. Tahun 2022 ini dananya Rp12,8 triliun. Kenapa bisa dibilang sampai seribu triliun? Kalau seribu triliun, bisa-bisa seluruh Papua sudah jadi megapolitan”, sambung Filep.
Lebih lanjut, Filep juga menyoroti pernyataan Mahfud MD soal dana Otsus era kepemimpinan Lukas Enembe yakni sejak tahun 2013 hingga saat ini. Merujuk pada data Dirjen Perimbangan Keuangan di atas, Filep memaparkan bahwa transfer Dana Otsus di tahun 2013 adalah sebesar Rp 4,927,378,620,000,- tahun 2014 Rp 6,777,070,560,000,- tahun 2015 Rp 7,190,429,880,000,- tahun 2016 Rp 7,382,551,859,000,- tahun 2017 Rp 8,205,152,407,000,- tahun 2018 Rp 8,025,368,558,085,- tahun 2019 Rp 8,674,676,695,000,- dan tahun 2020 Rp 7,999,969,920,000,-
“Sementara tahun 2021 dan 2022, dalam jumlah yang belum dibagi ke provinsi-provinsi, masing-masing sebesar Rp 11,927,300,000,000 dan Rp 12,876,300,000,000. Totalnya Rp 83,98 triliun. Sekali lagi, data Pak Mahfud itu darimana?” tanya Filep.
Filep juga menyinggung kemiskinan di Papua sejak adanya kebijakan Otsus. Menurutnya, dana Otsus tetaplah berdampak, walaupun penurunan kemiskinan berjalan lambat.
“Di Papua, persentase penduduk miskin terus menurun dari 37,08% pada tahun 2008 menjadi 27,38% di tahun 2021. Begitu pula di Papua Barat tercatat di tahun 2008 yaitu sebesar 35,12% turun menjadi 21,82% di tahun 2021. Penurunannya memang berjalan lambat, namun ada kinerja disana. Nah, justru di sinilah yang harus dikoreksi pemerintah. Coba juga dicek berapa dana Otsus yang dikelola lembaga-lembaga kementerian. Dibuka semua sejelas-jelasnya,” kata Filep.
Wakil Ketua Komite I DPD RI ini lantas meminta agar pemerintah lebih berhati-hati dan bijaksana dalam memberikan pernyataan untuk menghindari disinformasi di tengah publik.
“Saya selaku anggota DPD RI, meminta agar pemerintah berhati-hati dalam memberikan pernyataan terutama menyangkut data seperti ini. Ini kan bisa menciptakan opini publik yang tidak menentu. Bisa juga menciptakan kecemburuan sosial daerah lain. Papua ini sudah dipenuhi masalah, jadi saya harap pemerintah juga memberi pernyataan yang menyejukkan,” jelas Filep di ruang kerjanya.
“Jadi daripada mengeluarkan pernyataan yang demikian itu, sebaiknya pemerintah memikirkan dan mendesain indikator-indikator pencapaian keberhasilan Otsus, mendesain indikator kemiskinan di Papua yang sangat dipengaruhi juga oleh budaya dan pola adaptasi masyarakat. Juga fokus pada bentuk pengawasan dan pencegahan korupsi dana Otsus. Saya kira hal itu lebih jelas,” tegas Filep.