JAKARTA, JAGAINDONESIA.COM – Menyikapi upaya pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) yang mengupayakan percepatan pemenuhan kebutuhan guru di Papua, Senator Filep Wamafma memberikan pandangannya.
Menurutnya, upaya Kemendikbud Ristek patut diapresiasi, namun juga perlu memperhatikan hal yang mendesak dibutuhkan ialah afirmasi positif terhadap guru-guru Orang Asli Papua (OAP).
“Permendikbud Ristek Nomor 44 Tahun 2023 tentang Program Percepatan Pemenuhan Kebutuhan Guru melalui Pendidikan Guru di Provinsi Papua, memang harus diapresiasi. Juga peraturan turunannya yaitu Peraturan Direktur Jenderal GTK Nomor 6660/B/HK.03.01/2023 tentang Penyelenggaraan Program Percepatan Pemenuhan Kebutuhan Guru melalui Pendidikan Guru di Provinsi Papua, patut dipuji. Akan tetapi saya mengingatkan satu hal mendasar terkait ini yaitu afirmasi terhadap guru-guru OAP,” ujar Filep saat ditemui awak media (23/10/2024).
“Saya perlu menekankan ini sebab fakta menunjukkan bahwa dari 10.045 pelamar ASN Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) guru 2024 di Papua, ada 9644 yang memenuhi syarat, dimana 8641-nya sudah S1 dan sisanya belum S1. Dari yang belum lulus S1 ini, hanya 334 yang lulus seleksi guru kelas, sementara 669-nya belum lulus. Ini kan sangat kontras terlihat jumlah belum lulusnya. Mereka ini semua mau dikemanakan? Bukankah Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan harus memajukan pendidikan di tanah Papua? Di sinilah saya mendorong ada afirmasi khusus untuk pendidikan 669 yang belum lulus ini. Artinya memang perlu dibantu melalui dana Otonomi Khusus (Otsus),” tegas Filep menambahkan.
Senator Papua Barat yang menjadi Ketua Komite III DPD RI itu menyoroti kondisi pendidikan di Papua yang memprihatinkan. Pasalnya, hingga tahun 2023, Papua tercatat sebagai provinsi dengan Harapan Lama Sekolah (HLS) terendah secara nasional. Papua menjadi provinsi dengan IPM paling rendah di Indonesia pada 2023, yakni 62,25 poin, disusul Papua Barat dengan 66,66.
“Kondisi ini, salah satu alasannya ya karena kurangnya guru termasuk guru-guru yang berkompeten. Kemendikbud Ristek mencatat, terdapat 3,36 juta guru di Indonesia pada semester ganjil tahun ajaran (TA) 2023/2024. Dari jumlah itu, semua provinsi di Papua masuk dalam 10 besar provinsi dengan jumlah guru paling sedikit, mulai dari Papua Pegunungan 6.932 orang, Papua Selatan 8.283 orang, Papua Barat Daya 9.855 orang, Papua Tengah 9.936 orang, Papua Barat 10.181 orang, dan Papua 15.989 orang. Dengan kondisi ini, seharusnya afirmasi bagi calon guru yang belum lulus, menjadi sebuah keharusan melalui implementasi dana Otsus,” kata Filep lagi.
Ia lantas mengingatkan dana Otsus Papua yang terdiri atas penerimaan yang bersifat umum atau block grant yang setara dengan 1% dari plafon Dana Alokasi Umum (DAU) nasional, dan penerimaan yang telah ditentukan penggunaannya dengan berbasis kinerja pelaksanaan atau specific grant sebesar 1,25% dari plafon DAU nasional yang ditujukan untuk pendanaan pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Dia menjelaskan, specific grant ini ditujukan untuk paling sedikit 30% untuk belanja pendidikan yang dalam PP Nomor 106 Tahun 2021 dan lampirannya disebutkan bahwa dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota diberi Kewenangan Khusus dalam bidang pendidikan dan kebudayaan, termasuk dalam hal pengembangan karir pendidik, pemerataan pendidik, peningkatan mutu pendidik, pemenuhan kebutuhan kualifikasi pendidik, penjaminan kesejahteraan dan keamanan pendidik, pemberian reward kepada pendidik, dan penetapan kebijakan afirmasi dalam hal pemenuhan kebutuhan dan peningkatan mutu pendidik. Ini semua urusan Pemda, melalui specific grant.
“Yang belum saya dengar ialah bagaimana pengelolaan block grant dari pemerintah pusat terutama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) terkait kebutuhan tenaga pendidik di tanah Papua,” ungkap Filep.
Oleh sebab itu, senator yang akrab disapa Pace Jas Merah ini meminta pemerintah pusat untuk melakukan afirmasi terhadap putra-putri Papua calon guru melalui dana Otsus yang dikelola pemerintah pusat. Misalnya, 1% dana Otsus block grant sesuai ketentuan Pasal 34 ayat (3) huruf e angka 1, disebutkan bahwa 1% dari plafon DAU nasional itu digunakan untuk (a) pembangunan, pemeliharaan, dan pelaksanaan pelayanan publik; (b) peningkatan kesejahteraan Orang Asli Papua dan penguatan lembaga adat; dan (c) hal lain berdasarkan kebutuhan dan prioritas daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Kalau melihat poin c tersebut, maka sudah sangat urgent bila 669 calon guru yang belum lulus seleksi itu, menjadi bagian prioritas pemerintah sebagaimana diusahakan melalui Permendikbud Ristek Nomor 44 Tahun 2023 dan Peraturan Direktur Jenderal GTK Nomor 6660/B/HK.03.01/2023 tersebut. Harus ada afirmasi positif bagi mereka agar persoalan pemerataan dan pemenuhan kebutuhan guru bisa teratasi. Sebagai Ketua Komite III DPD RI, saya telah berkoordinasi dengan Kemendikbud Ristek untuk dijadwalkan pertemuan guna mencari solusi. Kita berharap kebijakan rekrutmen guru di tanah Papua wajib menjadi perhatian pusat hingga Pemerintah Daerah. Ini upaya yang sedang saya jalankan,” tegas Filep lagi.
“Saya kira pemerintah pusat dalam hal ini Kemendikbud Ristek perlu transparan untuk menunjukkan hasil pengelolaan block grant ini, terutama jika pada saat sekarang ada masalah kebutuhan guru yang menjadi prioritas daerah supaya persoalan kebutuhan guru di tanah Papua dapat teratasi, sekaligus menyelamatkan 669 tenaga kerja calon guru Papua yang pastinya juga menggantungkan harapan mereka pada pengabdian sebagai guru,” pungkas Filep.