JAKARTA, JAGAINDONESIA.COM – Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti dan Direktur Lokataru Haris Azhar kembali menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur dengan agenda pemeriksaan saksi lanjutan yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus dugaan pencemaran nama baik Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan di PN Jakarta Timur, Senin (3/7/2023).
Pada proses sidang kali ini, JPU menghadirkan 3 orang saksi yakni Heidi Melissa selaku direktur pada PT Toba Sejahtera yang sebelumnya merupakan head of legal, Paulus Prananto selaku Direktur PT Tobacom Del Mandiri dari 2013–2018, dan Agus Dwi Prasetyo yang merupakan Produser Youtube Haris Azhar.
Pada persidangan ini, saksi Heidi Melissa menyatakan perusahaan milik Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan tidak memiliki usaha tambang di Papua. Pernyataan Heidi itu menjawab pertanyaan jaksa, “Sampai dengan podcast itu disiarkan apakah ada fakta itu tadi, PT Toba Sejahtera memiliki tambang?”
Menurut Heidi, PT Toba Sejahtera dan anak perusahaannya tidak memiliki tambang di Papua. Dirinya juga menyebut tidak memiliki saham pada perusahaan pertambangan di Papua.
“Tidak. Toba Sejahtera maupun anak perusahaannya tidak pernah memiliki tambang di Papua, maupun memiliki saham di perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan di Papua,” ujar Heidi dalam persidangan, dikutip dari detikcom.
Lebih lanjut, Jaksa menanyakan perihal ada tidaknya rencana untuk memiliki pertambangan di Papua. Lantas, Heidi mengakui bahwa sempat ada penjajakan, namun tidak ditindaklanjuti.
“Penjajakan kerja sama yang saya pahami sebagaimana tertuang di minutes of meeting 2016,” kata Heidi.
Heidi Melissa yang diketahui merupakan keponakan Luhut Binsar Pandjaitan itu juga menyampaikan bahwa Luhut merupakan pemegang saham mayoritas di PT Toba Sejahtera.
“Berdasarkan akta saat ini pemegang sahamnya adalah Bapak Luhut Binsar Pandjaitan sebagai majority shareholders dan Bapak David Pandjaitan sebagai minority shareholders,” katanya.
Sementara itu, terkait tudingan Luhut memiliki komando di Papua, saksi Brigjen TNI (Purn) Paulus Prananto mengaku heran atas tudingan itu dan mengatakan bahwa Luhut Binsar Pandjaitan merupakan warga sipil sehingga tidak memiliki kuasa untuk mengerahkan operasi militer. Pernyataan ini menjawab pertanyaan jaksa dalam sidang tersebut.
“Tentang podcast, dalam judul podcast dikatakan bahwa ada Lord Luhut di balik relasi ekonomi operasi militer Intan Jaya, tadi juga dikatakan anda menonton podcast dan di sini anda menyampaikan apa yang anda alami, sebenarnya ada tidak jejak Luhut Binsar Pandjaitan di Papua terkait dengan operasi militer dan juga ekonomi di sana?” kata Jaksa.
“Sebagai seorang purnawirawan di lingkungan militer sudah tidak punya komando apa-apa,” jawab Paulus.
“Seorang purnawirawan ya seorang sipil biasa seperti masyarakat yang lain. Jadi aneh kalau purnawirawan dikatakan punya komando apalagi operasi militer, itu sebenarnya tidak benar, Yang Mulia,” sambungnya.
Selain itu, Paulus yang merupakan Presiden Direktur PT Tobacom Del Mandiri (PT TDM). PT TDM, anak perusahaan dari PT Toba Sejahtera mengatakan tidak ada tambang yang dimiliki perusahaannya di Papua.
Respons Pihak Haris dan Fatia
Di sisi lain, Direktur Lokataru Haris Azhar menanggapi bahwa kesaksian Dirut PT Tobacom Del Mandiri (TDM), Brigjen TNI (Purn) Paulus Prananto memposisikan dirinya hanya menjadi ‘bemper’ dalam kasus tersebut agar aktor utama pemain tambang di Papua tak terseret.
Haris menilai Paulus mencoba mengarahkan kesalahan pada dirinya sendiri dan ingin menanggung beban dari dugaan permainan tambang di Papua. Hal itu lantaran kesaksian Paulus disebutnya sulit dibuktikan karena hanya lisan dan tidak terdokumentasikan.
“Maksud saya begini mau bilang, Paulus Prananto hadir di persidangan hari ini hadir sebagai bemper aja. Dia ini kalau dalam konstruksi kasusnya kesimpulan saya saya mau bilang bahwa dia ini seolah-olah dialah yang bertanggung jawab dan itu personal,” ujar Haris.
“Sayangnya di persidangan ini hanya dia sendirian yang melakukan klaim pribadi sepihak, ‘saya saya yang tanggung jawab saya yang inisiatif saya yang punya duit, tapi tidak berjejak pada dokumen’,” tambah Haris.
Sementara itu, melansir dari laman KontraS (3/7/2023), Tim Advokasi untuk Demokrasi menilai bahwa keterangan saksi Heidi dan Paulus kontradiktif serta menegaskan keterlibatan perusahaan Luhut pada bisnis pertambangan di Papua
“Dari keterangan saksi Heidi Melissa, diketahui bahwa Luhut Binsar Panjaitan selaku pemegang saham mayoritas PT Toba Sejahtera terlibat dalam manajemen perusahaan khususnya hal-hal yang sifatnya strategis dan kritikal,” sebutnya.
“Selain itu, terdapat perjanjian yang tertuang dalam Minutes of Meeting (MoM) bahwa PT Tobacom Del Mandiri akan mendapatkan 30% saham pada Derewo project. Adapun kewajiban yang harus dilakukan adalah pembersihan dan pengamanan lokasi pertambangan (clean and clear),” sambungnya.
Dalam kesaksiannya, lanjut Tim Advokasi, Saksi Heidi memberikan pernyataan dan keterangan yang semacam sudah mengarahkan tidak adanya keterlibatan perusahaan Luhut pada aktivitas pertambangan di Papua, khususnya di Sungai Derewo. Hal itu disertai dengan penjelasan bahwa Paulus Prananto sebagai Direksi PT Tobacom Del Mandiri membiayai kewajiban clean and clear dengan uang pribadi.
Selain itu, tidak ada perjanjian ataupun dokumentasi yang saksi Heidi ketahui terkait keterlibatan perusahaan PT Toba Sejahtera dalam aktivitas pertambangan di Papua. Padahal, kami berpendapat bahwa keterangan Saksi Heidi mengungkap sejumlah kesepakatan dalam MoM telah ditindaklanjuti dengan kesepakatan-kesepakatan lainnya termasuk dibuatnya perjanjian kerahasiaan. Dalam keterangannya, Saksi Heidi juga menjelaskan bahwa aliansi bisnis yang terbangun dan melibatkan Toba Group diakhiri secara sepihak oleh Toba karena kekhawatiran resiko bisnis.
“Kami melihat dalam sidang ini, keterangan yang disampaikan oleh saksi Heidi dan Paulus berlainan satu dengan yang lain, utamanya berkaitan dengan keterlibatan Paulus dalam pembuatan perjanjian dengan West Wits Mining dan PT Madinah Qurrata’Ain (PTMQ). Salah satunya, Saksi Heidi menyebut Paulus diberhentikan karena membuat tindakan di luar sepengetahuan perusahaan holding. Di kesempatan lain, Paulus menyatakan bahwa dirinya resign dari jabatan direksi anak perusahaan PT Toba Sejahtera,” sebutnya.
“Lebih jauh, kami menilai terdapat poin penting dalam keterangan saksi Paulus Prananto yakni setelah rapat tanggal 5 Oktober 2016, PT Tobacom Del Mandiri sebagai anak perusahaan Luhut memiliki kewajiban untuk melakukan clean and clear terhadap lahan konsesi milik PT MQ,” sambungnya.
Dari keterangan Paulus pun diketahui bahwa perusahaan sudah melakukan clean and clear dan sudah terbit rekomendasi dari Dirjen Minerba Kementerian ESDM. Keterangan saksi Paulus ini membuktikan bahwa kesepakatan aliansi bisnis Toba Group dan West Wits Mining tidak hanya di atas kertas saja berupa MoM, melainkan sudah dilaksanakan oleh pihak Toba Group. Terbukti, kewajiban telah selesai untuk mengurus rekomendasi clean and clear.
“Paulus Prananto juga mengakui banyak melakukan transaksi atas nama pribadi dengan menggunakan email dan kop surat perusahaan. Hal ini kami anggap tidak masuk akal mengingat biaya yang dikeluarkan tidaklah sedikit. Meskipun di awal Paulus mengatakan penjajakan aliansi bisnis merupakan inisiatif pribadi, namun ketika dikonfrontasi dengan bukti dokumen di persidangan, diketahui bahwa kerjasama yang dibangun bersifat institusional dan melibatkan para petinggi di Toba Group,” katanya. (UWR)