WAMENA, JAGAINDONESIA.COM – Theo Hesegem turut menyoroti peristiwa pembunuhan dan mutilasi terhadap 4 warga sipil di Mimika, Papua oleh 6 oknum TNI bersama 3 warga sipil yang telah ditetapkan sebagai tersangka beberapa waktu lalu.
Menurut Theo, peristiwa ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah di hadapan dunia internasional. Hal itu terutama berkaitan dengan tindak pelanggaran HAM berat di mata Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
“Mutilasi empat warga masyarakat sipil di Timika adalah tantangan berat bagi Pemerintah Republik Indonesia untuk belajar menyampaikan kejujuran terkait pelanggaran HAM kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa,” ujar Theo dalam keterangan tertulisnya Sabtu, (3/9/2022).
Lebih lanjut, menurut Theo, tindakan para pelaku ini juga dipengaruhi oleh pengalaman sejumlah peristiwa terkait praktik jual-beli senjata api dan amunisi di Papua. Hal itu sesuai dengan keterangan Kepolisian tentang kronologi kejadian pembunuhan tersebut diawali dengan rencana penjualan senjata.
“Tindakan 6 anggota TNI di Kabupaten Timika Provinsi Papua, menguji iman dan tantangan bagi Pemerintah Indonesia untuk belajar dengan jujur untuk menyampaikan situasi HAM di tanah Papua,” katanya.
Theo meyakini bahwa kejadian yang menimpa 4 warga masyarakat akan menjadi sorotan utama dari masyarakat internasional terhadap pemerintah Indonesia. Ia pun juga memperhatikan pernyataan Anggota Komisi I DPR Fraksi PDIP Effendi Simbolon yang mengatakan kasus mutilasi oleh prajurit TNI sangat serius bahkan lebih serius dari kasus Ferdy Sambo.
Selain itu, Theo juga menyoroti pernyataan Pangdam Cenderawasih terkait adanya dugaan 4 warga korban pembunuhan itu terlibat Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua.
“Saya berharap kepada Pangdam agar tidak mengeluarkan pernyataan seperti ini, kasus ini sudah sangat jelas,” katanya.
“Menurut saya Pangdam memancing emosi keluarga korban mutilasi, seorang pemimpin harus bicara dengan bijaksana yang bisa diterima oleh semua pihak, sehingga kita dapat selesaikan dengan otak dingin. Seorang pemimpin harus menunjukan barang bukti bukan asal omong dan menduga-duga,” tambahnya.
Oleh sebab itu, Ia meminta Pangdam membuktikan dan menunjukan barang bukti yang valid atas dugaan tersebut termasuk untuk meyakinkan pihak keluarga korban. Terkait kejadian itu, Theo merekomendasikan beberapa hal yaitu:
1. Pemerintah Indonesia mengizinkan Komisi Tinggi Ham PBB untuk masuk ke Papua, guna melakukan pemantauan tentang dugaan pelanggaran HAM
2. Pemerintah Republik Indonesia izinkan wartawan internasional untuk masuk di Papua
3. Mendorong dialog yang difasilitasi oleh pihak ketiga yang netral, seperti yang dilakukan di Helsinki untuk Aceh pada tanggal 15 Agustus 2005. (UWR)